Mohon tunggu...
Gilig Pradhana
Gilig Pradhana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

adalah aktivis Muhammadiyah yang mengidamkan pendidikan yang revolusioner. Dulunya pernah menjadi Kepala SMK di Jember, kini mengikuti pelatihan guru di Hyogo University of Teacher's Education, Jepang. Punya rumah di www.gilig.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hormat...Grak!

12 Juni 2011   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:35 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam tradisi Jawa, bila anak anda berlalu di hadapan orang tua, lalu dia membungkuk, itu tandanya dia hormat. Tetapi sekarang sudah banyak pemuda yang lalu lalang dengan badan berdiri tegap meski masih memberi salam kepada orang tua. Apakah mereka tidak hormat?

Kalau menghormat harus diwujudkan dalam sebuah sikap formal yang kaku, maka akan merepotkan sekali. Sebab sekolah mewajibkan kita menghormati Bapak dan Ibu guru, polisi mewajibkan kita menghormati aturan lalu lintas, dan agama mewajibkan kita menghormati satu sama lain. Tidak bisa dibayangkan kapan tangan ini akan turun dari jidat.

Tentu memahaminya tidak demikian. Formalitas penghormatan dengan mengangkat tangan itu hanya ada dalam tradisi militer, bukan diperuntukkan bagi masyarakat sipil. Tengoklah di Jepang, Swiss, atau negeri-negeri Barat, apakah yang dilakukan rakyat sipil saat mereka melihat bendera negaranya dikibarkan.

Kebudayaan formalitas memang sudah mendarah-daging dan kerap membuat kita lupa esensinya. Bahwa yang paling penting justru apa yang ada dalam hati, apa yang diyakini, dan apa yang dilaksanakan. Tatkala kita terlalu melotot pada penampilan, maka lahirlah birokrasi. Ke kampus dilarang memakai sandal dan kaos oblong, katanya itu tidak menghormati. Masuk dalam kelas tidak boleh memakai topi, konon itu juga tidak sopan. Pejabat masuk dalam ruangan harus berdiri, kalau tidak tentu anda yang akan dipelototi, dan masih banyak lagi kesopanan artifisial yang lahir melalui peraturan.

Penghormatan adalah sebuah ketulusan hati, jangan disempitkan maknanya menjadi pekerjaan tangan. Mengajarkan pada anak pun jangan mendikte, “Hormat Grak!” melainkan dengan menyadarkan. Bukan zamannya lagi untuk mengkuliahi dengan doktrin-doktrin. Sekarang saatnya untuk memberikan keteladanan, perilaku yang menghormati kepada umat manusia itu bagaimana, itulah penghormatan yang sesungguhnya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun