Bagi seseorang yang baru pertama kali berkenalan dengan dunia keris, biasanya ada dorongan kuat untuk segera memiliki sebuah keris. Rasa ingin tahu, ketertarikan pada keindahan, dan daya tarik mistis yang melekat pada keris sering menjadi pemicu awal langkah itu. Namun, di titik inilah seseorang perlu membekali diri dengan sikap bijaksana. Membeli keris bukan sekadar transaksi jual-beli benda pusaka, melainkan juga pintu masuk ke dalam ruang kebudayaan yang sarat makna.
Tempat untuk membeli keris kini cukup beragam. Ada pameran budaya yang menampilkan karya empu dan kolektor, ada toko antik yang menjual keris dari berbagai periode, hingga tokoh-tokoh tertentu yang memang dikenal bersinggungan erat dengan dunia perkerisan. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Â
Namun, di balik pilihan-pilihan tersebut, ada satu hal yang sering menjadi batu sandungan: modus lama yang tak pernah benar-benar hilang, yakni menjual keris dengan bumbu cerita yang berlebihan. Dalam pasar tradisional maupun dunia maya, tidak jarang kita mendengar kisah bahwa sebuah keris bisa mendatangkan beras ke lumbung, mampu memadamkan api hanya dengan ditancapkan ke tanah, atau bahkan menyingkirkan angin dan hujan dalam suatu upacara. Cerita-cerita seperti itu tentu memikat imajinasi, terutama bagi mereka yang baru mulai akrab dengan keris. Akan tetapi, justru di sinilah risiko muncul: apakah cerita tersebut benar adanya, ataukah hanya mitos yang diglorifikasi untuk menaikkan harga
Sesungguhnya, ketika sebuah cerita memiliki sumber pendukung, keberadaannya bisa dianggap bagian dari khazanah budaya. Misalnya, bila ada naskah, catatan sejarah, atau kesaksian berulang yang dapat meneguhkan klaim tertentu, maka cerita tersebut masih memiliki pijakan yang lebih kokoh. Namun, masalah besar muncul ketika cerita hanya berasal dari satu pihak tanpa ada bukti lain yang bisa menguatkan. Cerita tunggal yang tidak didukung sumber tambahan sering menjadi sarana manipulasi, dan pada akhirnya membuat pembeli merasa tertipu.
Mitos tentang keris yang mampu melakukan hal-hal luar biasa sebenarnya bukan hal baru. Sejak dahulu, keris kerap ditempatkan dalam ruang simbolik yang lebih luas daripada sekadar senjata. Namun, antara simbol dan klaim praktis tentu harus dibedakan. Bila dikatakan keris melambangkan kemakmuran, itu masih bisa ditafsirkan dalam ranah filosofi. Tetapi jika dikatakan keris bisa secara nyata menambah beras di lumbung, hal ini masuk ke wilayah yang seharusnya bisa diuji dan dibuktikan. Tanpa uji, cerita itu lebih tepat disebut sugesti, bukan realitas.
Oleh karena itu, langkah paling aman bagi seorang pemula adalah memusatkan perhatian pada keris itu sendiri. Amati bentuknya, pahami dapur atau bentuk bilahnya, kenali pamor yang tergores di permukaan, dan pelajari warangka serta ukirannya. Semua itu adalah aspek nyata yang bisa dipelajari dan dibandingkan dari berbagai sumber. Dengan cara ini, seseorang tidak hanya membeli benda, tetapi juga melatih kepekaan dan memperluas pengetahuan tentang keris.
Membeli keris dengan mengandalkan pengamatan langsung juga memberikan keuntungan jangka panjang. Pertama, seseorang akan terbiasa membedakan keris yang dibuat dengan ketelitian seorang empu dari keris yang hanya sekadar tiruan. Kedua, kemampuan membaca pamor, dapur, dan perabotan akan mengasah intuisi yang lebih tajam dalam menilai kualitas. Ketiga, sikap kritis terhadap cerita yang berlebihan akan terbentuk dengan sendirinya, karena perhatian utama tertuju pada hal-hal yang bisa diindera dan dipelajari.
Tentu tidak berarti cerita harus diabaikan sama sekali. Cerita tetap bagian dari kebudayaan, sebagai wujud imajinasi kolektif masyarakat. Namun, posisi cerita semestinya ditempatkan di ruang yang tepat: sebagai penanda simbolik, bukan klaim praktis yang tak bisa dibuktikan. Dengan sikap demikian, seseorang akan lebih mudah membedakan mana yang merupakan bagian dari warisan budaya, dan mana yang hanya sekadar upaya dagang untuk melipatgandakan harga.
Pada akhirnya, keris bukanlah benda yang nilainya semata-mata ditentukan oleh cerita yang menyertainya. Keris adalah perpaduan karya seni, teknologi logam, dan simbol budaya yang mewakili perjalanan panjang sejarah Nusantara. Memilikinya berarti ikut menjaga dan merawat salah satu pusaka bangsa. Karena itu, langkah bijak dalam membeli keris adalah mengedepankan pengamatan, pengetahuan, dan sikap kritis, bukan sekadar terbuai pada kisah-kisah yang indah tetapi tidak bisa dibuktikan.
Dengan jalan seperti ini, seorang pemula bukan hanya berhasil membeli sebuah keris, tetapi juga melangkah ke dalam dunia perkerisan dengan bekal keilmuan yang lebih kokoh. Dan dari situ, perlahan-lahan akan tumbuh kesadaran bahwa nilai sejati sebuah keris tidak terletak pada mitos yang dilekatkan, melainkan pada wujudnya sebagai karya budaya yang indah, penuh simbol, dan patut dihargai dengan cara yang bijaksana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI