Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Merisaukan Nasib Timnas U-22 dari Maraknya Naturalisasi

27 Februari 2019   17:49 Diperbarui: 28 Februari 2019   11:31 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: pssi.org

Tidak ada masyarakat Indonesia yang tak bahagia melihat Tim Nasional asuhan Indra Sjafri membawa pulang trofi juara dari Kamboja. Semua bersuka cita, pun dengan saya sendiri. Namun kebahagiaan itu terhenti begitu saja tatkala mendengar isu yang akhir-akhir ini terus menggelembung. Bukan soal mafia bola yang tengah diberantas tim satgas Polri. Melainkan isu naturalisasi yang kian marak dan sulit dihentikan.

Jelang Liga 1 2019 bergulir, klub professional tanah air terus mengupayakan beberapa pemain impor untuk berpindah warga negara. Terbaru ada Octavio Dutra yang mengubah paspor Brasil ke Indonesia.

Lalu, ada nama Fabiano Beltrame yang kini tengah merampungkan proses menjadi WNI (Warga Negara Indonesia). Persoalan ini mengantarkan kita pada satu kerisauan: "Bagaimanakah masa depan Luthfi Kamal dan kawan-kawan setelah juara AFF Cup U-22?"

Sebab berkaca pada masa lampau, kita bisa saksikan rekam jejak para penggawa generasi emas asuhan Indra Sjafri saat menjuarai Piala AFF U-19 tahun 2013. Bisa dihitung berapa banyak dari mereka yang kini masih eksis di level tertinggi sepakbola tanah air. Bisa dihitung oleh jari.

Salah satu penyebab para pemain muda layu sebelum berkembang adalah minimnya kesempatan yang diberikan klub. Dengan frasa "target juara" tim-tim papan atas enggan mengambil resiko mengandalkan talenta lokal.

Apalagi kini proses naturalisasi kian mudah didapatkan. Pihak klub selalu beralibi jika yang mereka lakukan merupakan kepentingan Timnas.

Namun pada akhirnya bisa kita tilik sendiri. Naturalisasi pemain selalu berakhir dengan konotasi negatif. Bagaimana Kim Kurniawan, Rafael Maitimo, Sergio Van Dijk, Victor Igbonefo, Ruben Warbanaran, Jhony van Beukering, Tonnie Cussel, dan lainnya nyaris tanpa kontribusi bagi tim nasional senior.

Gaung naturalisasi pemain di Indonesia pertama kali berdengung saat kejuaraan Piala AFF 2010. Pada saat itu, naturalisasi masih masuk akal disikapi sebagai urgensi.

Ya, ketika itu para pengurus berdalih jika program naturalisasi merupakan urgensi daripada minimnya striker lokal. Sungguh alasan yang sangat relevan dan kita akui setelah senjakala Bambang Pamungkas kita menghadapi krisis yang cukup serius di lini depan timnas.

Oleh sebab itulah Irfan Bachdim dan Cristian Gonzales menjadi solusi jangka pendek timnas.

Berawal dari krisis striker, kini program naturalisasi dilakukan secara serampangan. Seolah tanpa melewati pertimbangan yang matang. Pemain bertahan, gelandang, sayap, dan hampir semua posisi kini Indonesia punya pemain blasteran yang mengaku cinta Indonesia itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun