Mohon tunggu...
Gilang Dejan
Gilang Dejan Mohon Tunggu... Jurnalis - Sports Writers

Tanpa sepak bola, peradaban terlampau apatis | Surat menyurat: nagusdejan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ada Diego di Surajaya

22 Mei 2018   15:45 Diperbarui: 22 Mei 2018   19:08 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang karyawan di sebuah perusahaan metalurgi (pabrik logam) di Extrema, Brasil. Tengah merenungi nasibnya. Pada bulan Juli 2010 Ia memenangkan tiket kejuaraan sepak bola dunia pekerja di Tallin, Estonia. Namun sehabis event tersebut Ia mendapat kabar buruk setelah klub Finaldina mencoret namanya dari seleksi pemain. Pilihan nya hanya dua: bangkit sembari menunggu kesempatan lain datang atau fokus pada pekerjaan nya memproduksi suku cadang truk sembari mengikuti turnamen amatiran antar perusahaan.

Bakat sepak bola nya memang ditempa dari klub perusahaan tempat Ia bekerja. Akan tetapi, dalam benaknya tumbuh keinginan bermain di sebuah klub profesional dengan kompetisi yang lebih kompetitif. Ketika seorang pemain sepak bola stuck di level amatir, mungkin pemain bersangkutan harus mulai berpikir bahwa sepak bola tak lebih dari sekadar passion atau hobi belaka.

Karena menyebut sepak bola sebagai profesi di level itu rasanya kurang relevan, jangankan untuk menghidupi pemain, membiayai tim dalam sebuah turnamen saja sudah berat sepertinya. Para pemain amatir biasanya hanya berpikir bagaimana cara supaya dirinya bisa terus bermain tanpa mendambakan bayaran.

Namun seorang yang tengah merenung itu tak pernah merenungkan kata pemain amatir, bayaran, atau berhenti berharap dari sepak bola. Harapan selalu ada bahkan kian menumbuh, setelah mendapat nasib buruk dicoret dari seleksi di klub amatir itu. Tim amatir dari divisi lima Swedia meminang jasanya. Di klub Assi IF ini Ia mengubah kenangan pahit yang pernah dilaluinya.

Saat usa nya menginjak 25 tahun. Akhirnya Ia mendapat karir profesionalnya setelah klub Assi IF naik kasta. Dari sanalah kesempatan demi kesempatan menghampirinya dan mulai saat itu Ia bisa mengubah profesinya dari seorang buruh menjadi pesepakbola profesional. Pria tersebut adalah Diego Assis yang kini berusia 30 tahun sekaligus pemilik nomor punggung 88 di Persela Lamongan.

Singkat cerita. Pada tahun 2013, lembaran baru kehidupan pesepakbola bernama Diego Assis dimulai. Diego pindah ke sebuah klub pro di Islandia, Marienhamn. Selama tiga musim disana Ia terbilang sukses, Ia mendapat 100 caps dan 25 gol. Pelabuhan berikutnya adalah Thai Honda Ladkrabang untuk kemudian Ia mengenal sepak bola Indonesia bersama Persela Lamongan musim ini.

Andai saat fase merenung itu Diego memilih untuk berhenti berharap terhadap sepak bola. Mungkin saat ini Ia hanya akan dikenal oleh sebagian kecil orang di wilayah Extrema sebagai seorang buruh disebuah perusahaan logam. Namun Diego kini tengah diperbincangkan oleh orang banyak di Indonesia, tidak hanya kelompok supporter yang berbasis di Lamongan bernama LA Mania, namun nama Diego Assis mulai viral dibicarakan oleh seluruh supporter di tanah air. Lengkap dengan kontroversi gol tangan Tuhan yang Ia buat ke gawang Daryono, kiper Persija Jakarta.

***

Kita bisa melanjutkan artikel ini dengan awalan kata: kontroversi. Ya, biasanya yang selalu bersemayam di ingatan manusia adalah hal-hal yang berbau kontroversi. Munculnya kontroversi tak lekang oleh perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Coba tanyakan kepada Bobotoh mengenai pertemuan terakhir melawan Persija Jakarta. Apa yang mereka ingat? Mayoritas pasti akan menggali ingatan mengenai gol hantu Ezechiel N'douassel.

Atau saat kita mengingat sosok Diego Maradona, yang menempel di memori kita adalah gol tangan tuhan di perempat final Piala Dunia 1986. Secara umum, yang mudah kita ingat dari sebuah kejadian adalah sebuah kontroversi. Dan tidak ada yang bisa kita ingat dari laga pekan ke-9 yang mempertemukan Persela Lamongan dengan Persija Jakarta di stadion Surajaya, Minggu (20/05). Jika Diego Assis tak menjebol gawang Daryono.

Sebenarnya pertandingan tersebut biasa saja, berjalan dengan intensitas sedang. Tim Persija yang bertindak sebagai tamu bermain tidak seperti biasanya. Para pemain kunci macam Rezaldi Hehanusa, Rico Simanjuntak, Marko Simic, Ismed Sofyan tidak bermain dalam kondisi fit. Ada faktor kelelahan yang sulit disembunyikan dari para pemain Persija yang baru saja tersingkir dari Piala AFC 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun