Rob yang melanda Demak, menjadi masalah tahunan yang tidak berkesudahan selama lebih dari dua dekade ini. Bertahun-tahun masyarakat harus menanggung akibat dari bencana rob yang tidak pernah selesai secara permanen ini. Meskipun sudah banyak upaya dilakukan oleh pemerintah daerah, provinsi, dan pusat, kenyataannya warga masih harus menunggu solusi konkrit dalam penanggulangan rob tersebut.
Banjir rob yang setiap hari melanda jalan pantura Demak tidak hanya menghambat aktivitas masyarakat, tetapi juga berimbas pada infrastruktur jalan nasional. Perbaikan jalan terus menerus dilakukan akibat genangan air laut yang merendam jalan pantura. Kerusakan tersebut akhirnya membuat anggaran perbaikan semakin membengkak dan menjadi beban anggaran daerah yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pembangunan lain seperti pendidikan atau kesehatan, akhirnya terkuras hanya untuk "menambal luka" tanpa menyembuhkan akar masalah. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas penanganan rob yang selama ini dilakukan.
Pemerintah merancang pembangunan Tol Semarang-Demak yang dianggap dapat menangani kemacetan di jalan nasional sekaligus berfungsi sebagai tanggul laut raksasa (giant sea wall). Dengan progress 45 persen pada Mei 2025, yang diungkapkan Humas CRBC Wika PP, Robby Sumarna, banyak pihak mempertanyakan apakah proyek ini benar-benar dapat menjawab kerisauan masyarakat selama ini. Pasalnya, warga harus terus bersabar menunggu hingga 2027 untuk merasakan manfaatnya, sementara banjir rob terus terjadi setiap tahun tanpa solusi permanen. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pembangunan tol yang digadang gadang dapat menjawab kerisauan masyarakat Demak selama ini atau justru hanya menunda penderitaan berkelanjutan?
Banjir rob yang terus terjadi di Demak mencerminkan kurangnya pengelolaan risiko bencana yang terintegrasi dengan pendekatan iklim dan penataan ruang. Pembangunan tol yang juga berfungsi sebagai tanggul laut memang layak diapresiasi, namun hal tersebut perlu disertai dengan upaya pendukung lainnya, seperti rehabilitasi hutan mangrove, penataan kawasan pesisir yang berkelanjutan, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim. Selama penanganan rob masih bersifat reaktif dan tidak terencana secara menyeluruh, penderitaan warga Demak akan terus terulang setiap kali musim pasang tiba.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI