Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Karena yang Radikal Tak Pernah Bisa Merasa Radikal

16 Juni 2022   08:54 Diperbarui: 16 Juni 2022   09:37 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.publicdomainpictures.net

Jika ada orang yang membenci orang lain secara berlebihan, Tuhan pun menutup pengetahuan orang itu tentang kebaikan orang yang dibencinya. Orang yang dibenci tak pernah terlihat baik sedikit pun di matanya.

Sama halnya dengan orang yang merasa dirinya paling baik dan benar. Tuhan pun akan menutup pengetahuannya tentang keburukan dan kekurangan dirinya di matanya sendiri. Ia tak pernah merasa berbuat salah, kalau pun terbukti bersalah ia yakin itu pasti karena orang lain yang berbuat salah dan sederet pembenaran lainnya.

Tak beda juga dengan orang yang terpapar radikalisme. Tuhan pun menutup pengetahuan orang itu terhadap ke-radikal-an dirinya sendiri. Ia tetap merasa baik-baik saja, bahkan bisa jadi selalu merasa jauh lebih baik daripada orang lain yang berbeda pendirian dengannya.

Kalau lah radikalisme itu hanya berhubungan dengan pendirian politik , masih tidak terlalu berbahaya. Karena politik masih bisa dipelajari dengan logika. Terpaksanya tak bisa disatukan, bisa voting solusinya. Tapi kalau radikalisme berbasis agama, jelas sangat besar sekali bahayanya. Karena makin radikal biasanya makin merasa beriman. Makin radikal makin tak bisa diingatkan.

Padahal, kalau bisa jujur dan mampu instrospeksi, radikalisme agama itu bisa dibaca ciri-cirinya. Jika seseorang di masa damai (tidak perang) merasa membunuh orang bisa mengantarkannya ke surga, itu radikal. 

Jika seseorang hanya muncul rasa kemanusiaannya pada orang-orang yang sepolitik-segolongan dan menganggap golongan lain bukan manusia yang perlu dihormati, itu jelas-jelas radikal. Yang paling umum, jika seseorang gemar berkata kasar, menghujat dan menghina orang lain dengan alasan membela agamanya, itu juga radikal. Jadi, gampang sebenarnya. Hanya saja, memang lebih mudah memberikan penilaian dari luar. 

Orang yang menjalaninya merasa baik-baik saja. Orang yang menjalankan perilaku radikal merasa jalannya ke surga lurus-lurus saja. Kalau belok atau berbalik malah khawatir tidak sampai.

Di dunia ini, yang disebut pahlawan atau hero adalah orang yang berani berkorban demi kemaslahatan umat. Artinya, ia rela berkorban, asalkan banyak orang bisa selamat. Ekstremnya, meski masuk neraka ia ikhlas asalkan orang-orang lain bisa masuk surga. Bukan sebaliknya, ingin masuk surga sendiri dengan merusak atau merampas kehidupan banyak orang lain, seperti modus operandi para radikalis berbasis agama.

Dalil yang dipakai kaum radikal berbasis agama adalah dalil perang. Kalau negara sedang tidak perang, mereka akan berusaha menyelenggarakannya. Mereka akan terjun ke daerah konflik atau ajang-ajang kerusuhan, ATAU event yang berpotensi rusuh. Tidak mengherankan jika tiap ada demo berskala besar, mereka akan ikut, baik mematuhi tema demo maupun mendompleng demo tersebut dengan mengusung agenda mereka sendiri.

Satu hal yang menjadi ciri khas kaum radikal berbasis agama adalah mereka sangat mudah sekali terhasut provokasi yang membawa-bawa agama, baik itu bersumber dari fakta maupun berita bohong belaka. Celakanya, hal ini menjadikan mereka amunisi murah bagi para bohir jahat yang ingin menjalankan agenda politik maupun bisnisnya, terutama untuk menyerang dan mendikte pemerintah. Hal ini jelas berbahaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun