Mohon tunggu...
Khalil Gibran
Khalil Gibran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Bohongi Publik Soal Papua

3 Desember 2017   10:23 Diperbarui: 3 Desember 2017   10:44 2158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konflik bersenjata yang terjadi antara Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan Kepolisian RI di Tembagapura, Papua tergeser dengan masifnya pemberitaan mengenai Setya Novanto yang terjadi pada waktu yang sama. Padahal masalah ini tidak main-main. Sebanyak 1300 warga di dua desa "disandera" oleh OPM sebagai jaminan tuntutan untuk memberikan kemerdekaan bagi Papua.

Meski OPM sama sekali tidak mengancam akan menyakiti warga, persediaan pangan mereka terbatas sehingga membutuhkan bantuan. Tak ketinggalan, sebagian warga juga membutuhkan pertolongan medis karena sakit.

Peneiliti dari Remotivi.com Eduard Lazarus Tjiadarma mencatat sumber informasi yang ditayangkan di media umumnya berasal dari aparat keamanan (Polri dan TNI), yang mencapai 56% dari total narasumber yang ada. Hal ini problematik, mengingat rekam jejak aparat keamanan dalam menyensor informasi mengenai konflik di Papua. 

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat sedikitnya 10 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Papua sepanjang tahun 2016. Kekerasan ini umumnya terjadi untuk menghalau peliputan hal yang sensitif, seperti penganiayaan yang dilakukan aparat polisi kepada warga sipil yang kerap kali adalah orang asli Papua.

Ketika Polri dan TNI menjadi narasumber, mereka umumnya berbicara mengenai strategi dan taktik penanganan konflik. Melalui informasi dari Polri, televisi dapat memberitakan kondisi lapangan konflik dengan detil: bagaimana medan pegunungan menyulitkan proses evakuasi, kondisi masyarakat sipil yang terisolir, hingga perkembangan taktik persuasif untuk membuat OPM menyerahkan diri. Melalui pendekatan ini, Polri membangun kesan bahwa merekalah  pemegang otoritas informasi tunggal atas konflik yang terjadi di Papua.

Dibandingkan Polri, TNI memang tidak menangani kasus ini secara intensif sehingga tidak dapat melaporkan perkembangannya secara mendetil. Peran mereka dalam narasi pemberitaan ini lebih untuk memberi kesan urgensi, untuk membingkai kasus tersebut sebagai  kondisi darurat militer yang mengancam kedaulatan Negara. 

Selain itu, wacana untuk melibatkan TNI dalam konflik Papua juga didukung oleh mayoritas narasumber politisi (Pemerintahan dan DPR) yang mencakup 17% dari total narasumber yang ada. Narasumber lain, seperti saksi mata dan tokoh masyarakat Papua, juga mendukung narasi ini dengan berharap bahwa pihak berwajib dapat menyelesaikan konflik secepat mungkin.

Sementara itu Tirto dan CNN Indonesia yang berhasil mewawancarai Komandan Operasi Tentara Pembebasan Nasional (TPN) OPM Hendrik Wamang dan mendapatkan informasi yang jauh berbeda. Hendrik menolak bahwa OPM melakukan "penyanderaan" seperti yang dikatakan oleh media dan pihak otoritas. 

Menurutnya, warga dibiarkan beraktivitas seperti biasa, namun terisolasi karena jalan untuk keluar dari desa menjadi tempat konflik bersenjata antara OPM dan Polri. Lebih jauh lagi, Hendrik juga mengklarifikasi bahwa OPM tidak melakukan pemerkosaan kepada warga sipil seperti yang diberitakan media dan bersikukuh bahwa pemerkosaan tersebut dilakukan oleh mata-mata aparat keamanan guna memfitnah OPM.

Ketua DPRD Timika Elminus Mom juga menyatakan pada TV One bahwa OPM tidak melakukan penyanderaan. Informasi ini ia dapatkan berdasarkan informasi warga di desa tempat OPM berada melalui jaringan telepon. Selain itu, staf khusus Presiden untuk Papua Lenis Kogoya menyatakan dalam wawancara langsung dengan TV One bahwa tindakan OPM berawal dari perasaan sakit hati. 

Lenis menjelaskan bahwa pada mulanya, aparat bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat asli Papua dengan membakar rumah dan membunuh ternak mereka. Meski kedua pernyataan ini sangat bertentangan dengan narasi aparat keamanan, hal ini tidak ditanggapi oleh narasumber lain dan dibiarkan oleh media menjadi angin lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun