Mohon tunggu...
Al Fatah Gibran Wibowo
Al Fatah Gibran Wibowo Mohon Tunggu... Penjahit - penyuka, penikmat seni

Mahasiswa Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB University

Selanjutnya

Tutup

Money

Pandemi dan Agribisnis: Ketahanan Pangan dan Pembaruan Pasar

19 Mei 2020   08:27 Diperbarui: 19 Mei 2020   21:27 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sejumlah 18.010 orang (18/5) kini menjadi salah satu perhatian negara Indonesia. Angka tersebut merupakan angka yang tidak sedikit. Ya, itu adalah angka pasien positif mengidap penyakit Covid-19 per 18 Mei 2020. Jika dilihat dari hari sebelumnya, angka itu merupakan hasil atas penambahan sebanyak 496 dari jumlah di hari sebelumnya. Peningkatan jumlah ini tidak terlalu jauh dari pada peningkatan di dua hari sebelumnya (Sabtu ke Minggu), yaitu sebanyak 489 orang. Artinya,  kurva nasional Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda peredaan pandemi. 

Namun begitu, dalam beberapa pernyataan petinggi negara mengarah pada gagasan akan diberlakukannya kebijakan normalsasi keadaan dengan kembali beraktivitas secara normal, seperti yang dikatakan Presiden RI yang juga mengutip sepercik pernyataan dari WHO. "WHO menyatakan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan Covid-19. Mengapa? Karena ada potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat", tulis Jokowi di akun Twitternya pada Rabu (16/5). Senada dengan hal ini, beliau juga mengatakan bahwa masyarakat secara optimis bisa mengembalikan produktivitas karena tetap akan diberlakukan mekanisme pencegahan atas penyakit ini.

Kunci dari pernyataan Presiden RI tadi ialah produktivitas. Secara umum, memang pandemi ini menghambat sebagian besar kegiatan bahkan mata pencaharian masyarakat. mulai dari sektor industri, pendidikan, pertanian, dan lain sebagainya. Sebagian orang bahkan mendapati omset dan kekayaan mereka turun drastis akhir-akhir ini. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya hal yang bisa dilakukan di masa karantina ini untuk menunjang kehidupan. Namun sebenarnya kekurangan itu telah dijawab dengan beberapa solusi bahkan sebelum pandemi ini melanda. Apa jawabannya? Jawabannya adalah "Teknologi".

Tak seperti dulu, teknologi di jaman sekarang sangatlah efektif dalam menunjang kehidupan manusia baik dari segi kehidupan pribadi maupun dalam sektor kegiatan bersama. Sehingga, terlihat jelas fungsi pemudahan oleh teknologi pada saat pandemi ini. Duta Petani Milenial Indonesia, Sandi Octa Susila menyatakan bahwa semua hal sekarang sudah harus dikemas dengan pendekatan teknologi informasi. Dengan ditopang oleh hal itu, menurutnya ada 3 sektor yang dia nilai paling tahan banting dari krisis, yaitu pangan, kesehatan, dan pendidikan. Tentu saja itu sangat mudah untuk disetujui. Selain menjadi syarat untuk tetap hidup normal, ketiga sektor itu dapat menjadi parameter kesejahteraan masyarakat.

Berbicara mengenai kesejahteraan, tak luput perhatian orang akan merosotnya pendapatan petani yang seharusnya menjadi pujangga pangan di negara ini. Staf Khusus Wakil Presiden RI, Lukmanul Hakim, mengatakan bahwa pertanian menjadi salah satu hal yang terkena dampak signifikan dari wabah ini. Menurutnya, hal itu ditandai dengan rendahnya serapan komoditas pertanian seperti sayuran dan hortikuluta lain yang diproduksi petani. Rendahnya serapan akibat berkurangnya distributor yang selama ini membeli produk dari petani serta menyuplai ke pasar dan industri disinyalir juga menjadi sebab menurunnya daya beli konsumen, terganggunya jalur distribusi logistik, dan terlebih lesunya perekonomian bangsa. Bagi Lukman, pemerintah perlu mengoptimalisasi peran Bulog dan BUMN untuk ketersediaan pangan dan menjadi off-taker produk hasil pertanian. Sehingga, jika optimalisasi ini tercapai, semua pihak akan diuntungkan. Petani akan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan, serta negara pun dapat memiliki cadangan beras yang cukup. Ketahanan pangan memang salah satu yang diutamakan di masa-masa krisis. Karena jika tidak mengoptimalkan apa yang negara punya, akan lebih sulit untuk mencapai ketahanan dimana impor dibatasi di masa seperti ini. Sama seperti yang dikatakan Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, bahwa beberapa negara seperti Vietnam dan Thailand sudah mulai membatasi ekspor  ke negara-negara lain. Walaupun, memang pemerintah pasti menyiapkan opsi impor untuk memenuhi stok dalam negara. Namun begitu, apakah opsi tersebut haruslah dilakukan jika peluang untuk memenuhi stok secara mandiri ternyata besar? Bahkan, harga beberapa komoditas di dunia sudah naik dan berpotensi melunjak lagi seiring bertahannya pandemi ini. Sebagai contoh saja, harga beras dunia kini bahkan mencapai posisi tertinggi dalam tujuh tahun. Menurut Asosiasi Eksportir Beras Thailand, harga beras putih pecah 5% (patokan industri) naik 12% hingga 1 April 2020, dimana merupakan harga yang tertinggi sejak akhir April 2013. Diduga penyebab naiknya harga tersebut adalah penimbunan gandum oleh importir serta penahanan pengiriman oleh eksportir seiring pandemi Covid-19.

Tidak diragukan lagi betapa penting dan gentingnya ketahanan pangan ini bagi siapapun. Bahkan sejatinya manusia sebagai makhluk hidup secara sederhana dikatakan bahwa tidak makan maka tidak hidup. Kegentingan ini tentunya mendorong sebagian orang untuk peka dan melancarkan aksi atas kepekaannya untuk memantau masa-masa sulit ini serta menilik peluang yang terdapat di dalamnya. Ya, peluang untuk terus bertahan hidup dengan normal dan menghidupi orang lain dengan normal. Namun selain itu, kejelian orang dalam keahlian dan sudut pandang masing-masing mampu melahirkan berbagai ide-ide segar (didasari oleh keresahan) yang bisa membawa manfaat yang masif bahkan mampu menjawab problematika atas kondisi yang dihadapi baik dalam skala kecil maupun hal yang lebih kompleks. Seperti yang telah disebutkan di awal tulisan ini, teknologi merupakan salah satu senjata, amunisi, tameng, atau apapun itu yang bisa digunakan oleh setiap orang untuk melakukan dan menilai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam konteks tulisan ini berhubungan dengan hal-hal mengenai ketahanan pangan bahkan sampai keberlanjutan pangan. Dalam bisnis pertanian, diketahui suatu integrasi yang disebut "Sistem Informasi Agribisnis". Tidak lepas dari namanya, sistematis merupakan suatu sifat yang utama dalam konsep itu. Siapa yang disorot untuk berperan dalam penggunaannya? Tentu seluruh masyarakat. Namun dalam hal ini, ada beberapa ketentuan dan kenyataan yang tidak bisa luput.

Dalam menggabungkan sistem yang pada akhirnya diimplementasikan pada seluruh bagian dalam bisnis, dari petani, tengkulak, bulog, otoritas, konsumen, bahkan sampai lembaga hukum, diperlukanlah pemahaman yang mendasar dan detil akan rancangan dan pengaplikasian secara konseptual maupun teknis. Sebut saja petani yang kurang memahami teknologi. Selain karena kurang meratanya pengetahuan tentang teknologi dalam perbedaan umur maupun rentang daerah, hal ini juga dipicu oleh kurangnya penjangkauan aktif dari para pemaham teknologi di sektor agribisnis. Singkatnya, perhatian dalam menjangkau seluruh aspek bisa dibilang kurang merata. Maka selain mengadopsi teknologinya, para pelaku usaha di sektor agribisnis (terutama para petani muda atau pemaham teknologi) aktif turun langsung hingga ke hulu rantai sektor agribisnis. Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo mengutarakan perkembangan kredibilitas pemuda di bidang pertanian kini semakin naik. Beliau pun yakin bahwa pemuda tersebut punya peluang dalam memiliki kehidupan dan perekonomian yang lebih baik, terlebih dengan adanya teknologi. Perkembangan itu pun secara perlahan menyusul pada petani dengan usia yang lebih tua dengan produktivitas yang sudah lebih rendah dibanding dengan anak muda. Pendekatan itu dilakukan secara sistematis dan bertahap serta sangat perlu peran aktif dari petani muda agar produktivitas tinggi tetap tercapai.

Salah satu contoh langkah konkrit yakni munculnya Startup Agribisnis baru bertajuk onlinefresh.id yang diprakarsai oleh milenial bernama Reza dan kawan-kawannya di Makassar. Dia menuturkan bahwa tujuan utama dibangun bisnis ini ialah membantu pedagan, nelayan, dan petani untuk meningkatkan penjualan serta membantu pendistribusian logistik agar masyarakat tetap bisa mendapatkan bahan pokok makanan segar dan berkualitas. Apalagi, model ini diperkuat dengan adanya anjuran pemerintah dalam pelaksanaan PSBB dimana masyarakat tetap tinggal di rumah dan meminimalisasi mobilitas di luar rumah sampai pandemi berakhir atau setidaknya sampai ada kebijakan baru. Reza dkk pun telah mengintegrasikan metode pembayaran sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk melakukan transaksi tanpa memegan uang tunai. Secara sederhana, bisa dikatakan bahwa bisnis startup ini berfungsi sebagai penghubung antara produsen dan konsumen dengan metode yang diharapkan lebih memudahkan seluruh elemen dalam bisnis. Namun, tetap saja ada kemungkinan bahwa kesulitan akan dihadapi oleh masyarakat dengan gagap teknologi sehingga perlu uluran tangan secara langsung oleh milenial  itu sendiri. Hal ini berguna baik dalam kelancaran bisnis itu sendiri maupun pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pada akhirnya, setiap elemen masyarakat diperlukan dalam menunjang kesejahteraan petani, perekonomian bangsa, maupun hal dasar seperti kehidupan manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun