Mohon tunggu...
Ghiska Wina
Ghiska Wina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Indonesia

Memiliki ketertarikan dalam bidang bahasa dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Permohonan Maaf dan Kompensasi Belanda atas Tragedi Pembantaian Rawagede

22 Juni 2022   02:00 Diperbarui: 22 Juni 2022   02:05 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Batara Hutagalung dan Jeffry Pondaag pada tahun 2005 mendirikan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), sebuah yayasan yang mewakilkan suara korban-korban kolonialisme Belanda. 

Pada tahun 2008, Pengacara Liesbeth Zegveld ditunjuk untuk mewakili satu korban selamat dan sembilan janda Tragedi Rawagede dalam proses hukum menuntut negara Belanda atas tindakannya pada tahun 1947. Pada tahun 2011, pengacara negara Belanda telah menolak tuntutan reparasi atas dasar argumen bahwa kejahatan tersebut terlalu tua untuk dituntut. 

Seharusnya kejahatan itu dituntut dalam waktu 30 tahun setelah kejadian: yaitu sebelum tahun 1977. Pembelaan ini menyiratkan bahwa pada bulan Desember 2011, negara Belanda juga tidak mengakui pembantaian Rawagede sebagai kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan, yang dikecualikan dari undang-undang pembatasan (statute of limitations).

Lalu, apakah pembantaian Rawagede bukan kejahatan terhadap kemanusiaan? Mengenai itu, pengadilan Belanda tidak memberikan jawaban dan pada dasarnya tetap ambigu. Di satu pihak, pengadilan menyetujui argumen negara Belanda bahwa undang-undang pembatasan normal berlaku untuk pembantaian Rawagede dan dengan demikian tetap pada argumen bahwa pembantaian ini bukan pelanggaran hak asasi manusia. 

Namun, di sisi lain, pengadilan menilai bahwa pembantaian Rawagede adalah pengecualian karena tidak adanya preseden. Oleh karena itu, menurut pengadilan, statute of limitation yang normal tidak berlaku untuk kasus ini, seakan-akan pembantaian tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Perang Kemerdekaan yang belangsung di Indonesia sekitar tahun 1945-1950, menurut pandangan Belanda bukanlah perang. 

Mengapa demikian? Pemerintah Belanda tidak menganggap ini sebagai perang yang nyata karena, dalam pandangannya, tidak ada musuh “asing” di sini. Pemerintah Belanda masih menganggap Republik Indonesia sebagai koloninya, bahkan setelah deklarasi kemerdekaan tahun 1945. 

Akhirnya, setelah melalui proses hukum yang panjang, pada tanggal 10 Desember 2011, 64 tahun setelah Tragedi Pembantaian Rawagede, pemerintah Belanda menyetujui tuntutan sembilan janda yang masih hidup. Negara Belanda setuju untuk memberikan kompensasi kepada setiap janda sejumlah 20.000 Euro. Saih bin Sakam, satu-satunya laki-laki dan juga korban yang selamat dari pembantaian, telah meninggal pada bulan Mei 2011, sehingga ia tidak menerima kompensasi tersebut. 

Negara Belanda juga setuju untuk menyampaikan permintaan maaf resmi atas tragedi tersebut melalui duta besarnya di Indonesia. Duta besar Belanda di Indonesia pada tahun 2011, Tjeerd de Zwaan, meminta maaf atas pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda di Rawagede pada tahun 1947. 

Sembilan kerabat korban, berpakaian hitam, menghadiri upacara peringatan tersebut. Ini adalah pertama kalinya Pemerintah Belanda meminta maaf atas Tragedi Pembantaian Rawagede, tragedi kelam yang menghilangkan kurang lebih 431 nyawa penduduk Rawagede.

Lalu, bagaimana dengan keluarga korban yang lainnya? Pada upacara peringatan, ada beberapa argumen ketika diumumkan bahwa hanya sembilan janda korban pembantaian yang akan menerima uang kompensasi dan tidak semua kerabat korban yang masih hidup. 

Penduduk desa lainnya mencap hal tersebut diskriminatif dan tidak adil. Salah satu janda penerima kompensasi, Lasmi, harus kehilangan uang 20.000 Euronya. Kakak iparnya merasa bahwa ia juga berhak atas kompensasi tersebut karena mendiang suami Lasmi adalah adiknya. Begitu juga penduduk desa yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun