Selanjutnya, menurut para realis, motivasi kedua adalah mempertahankan Israel sebagai sekutu utama Amerika Serikat di Timur Tengah. Jika AS dan Irak berada di sisi yang berbeda, Irak memiliki posisi strategis yang dapat mengganggu kepentingan AS di Timur Tengah. Apabila AS berhasil mendirikan pangkalan militer di Irak, mereka dapat melebarkan pengaruhnya di Timur Tengah sebagai pengganti pangkalan militer di Arab Saudi, yang dianggap tidak aman pasca Perang Teluk 1999 (Lieberfeld, 2005).
Selain memiliki nilai militer yang signifikan bagi Amerika Serikat, Irak adalah salah satu negara di Timur Tengah yang memiliki banyak minyak. Jumlah minyaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan Amerika Serikat. Dengan dominasi militer AS yang sukses, Irak dapat menjadi salah satu pemasok minyak AS. Ini akan memungkinkan Amerika Serikat untuk menghindari krisis energi.
Motif lain dari perspektif realis adalah ketidakpuasan Amerika Serikat dengan inspeksi PBB dalam nonproliferasi nuklir. Informasi mengenai Irak memiliki program senjata nuklir, kimia, dan biologi dari intelijennya, yang kemudian dinyatakan palsu, mengukuhkan niat Amerika Serikat untuk mengambil tindakan yang lebih dalam melucuti persenjataan yang dapat mengganggu stabilitas keamananan AS dan perdamaian dunia.
Kaum realis menjustifikasi alasan-alasan tersebut karena realisme berargumen bahwa kepentingan nasional di atas segalanya. Untuk menjaga keamanan dan kemakmuran mereka sendiri, negara berhak mengejar kekuatan yang paling tinggi. Dalam situasi ini, invasi ini dianggap sebagai upaya Amerika untuk menjadi lebih kuat dan melindungi kepentingan negara. Karena Irak berbatasan langsung dengan Israel, sekutu utama AS di Timur Tengah, beberapa kelompok percaya bahwa Irak dapat mengancam kepentingan AS jika keduanya tidak berada di sisi yang sama. Sangat penting bagi Amerika Serikat untuk memastikan bahwa posisi Israel di sana tidak terancam dan untuk menghindari kehadiran kekuatan lain yang menentang AS di kawasan itu.
Kesimpulan
Perang Irak tahun 2003 dianggap sebagai salah satu perang terpanjang yang menghabiskan banyak uang bagi Amerika Serikat. Banyak orang berpendapat bahwa keputusan Bush untuk menginvasi Irak adalah kesalahan fatal yang mengakibatkan konflik berkepanjangan di era modern. Akan tetapi, dari sudut pandang realis, keputusan Bush dapat dibenarkan.
Jika rezim Saddam Hussein bertahan, yang dianggap mendukung kelompok teroris, Irak dapat menjadi ancaman bagi Amerika Serikat. Amerika Serikat memulai penyerangan pada Irak dengan menggunakan informasi yang dikumpulkan dari intelijennya, terlepas dari kebenarannya. Realis melihat tindakan Amerika sebagai upaya untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan nasional AS di Timur Tengah. Dalam realisme, kekuasaan dan hegemoni sangat ditekankan. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat menjadi lebih agresif dari era sebelum Peristiwa 9/11 di bawah kepemimpinan Presiden Bush. Tujuan resmi invasi Amerika Serikat terhadap Irak adalah untuk membebaskan rakyat Irak dari diktator semata-mata untuk menutupi tujuan yang lebih penting bagi Amerika Serikat sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H