Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 4 anak (Fathia, Faraz, Faqih dan Fariza) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Warna-Warni Islam

1 Juni 2011   04:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:59 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_113372" align="alignleft" width="300" caption="www.blogspot.com"][/caption] Pencitraan Islam di Barat identik dengan wajah yang muram dikarenakan banyaknya perilaku aksi terorisme, jihad, bom bunuh diri, tidak menghargai hak asasi manusia, tidak toleran, radikal, fundamental dan sangat ortodok. Apalagi pasca tragedi 11 September 2001 potert Islam sering dikategorikan sebagai ajaran yang menglalakan bunuh diri dan melanggengkan budaya barbar yang tidak berperikemanusiaan. Kuatnya anggapan itu tidak menyulutkan ikhtiar John L. Esposito untuk menampilkan Islam apa adanya. Sampai-sampai salah satu tokoh penabuh genderang perang terhadap agama melalui slogan "Tuhan telah mati" justru menaruh simpatik terhadap Islam. Ini yang ditulis oleh Geger Riyanto, alumnus Sosiologi Universitas Indonesia  saat mengulas buku Nietzsche Berdamai dengan Islam: Islam dan Kritik Modernisme Nietzsche, Foucault, Derrida maha karya Ian Almond (April 2011) Simpati Betapak tidak, Nietzsche yang menolak agama agar bisa menikmati hidup dengan penuh, ternyata menganggap Islam sebagai satu keyakinan yang dapat mengakomodasi hasrat diri yang dipenjara oleh rezim agama di Eropa. Hafiz, penyair Islam, (sekte Assassin), para petarung Muslim dari Timur Tengah, dikagumi Nietzsche lantaran keberadaan mereka mengafirmasi pemikiran filsafatnya yang nihilis, yang menganggap kekuatan, bukan moral, sebagai penentu dunia. Meskipun  Nietzsche tidak berniat untuk sampai menganut Islam. Ia menggunakan Islam, yang dianggapnya mampu menyelaraskan panggilan spiritual dan duniawi, sebagai amunisi untuk mengkritik habis-habisan hegemoni rezim agama di Eropa yang dengan munafik hidup dalam dalih-dalih surgawi. Dalam konteks kritik modernisme terhadap barat kata berdamai mengimbuhkan semacam gencatan senjata Nietzsche dengan Islam sekaligus berperang bersama menghadapi Eropa. (Kompas, 28/4) Jatuh Hati Rasalnya, tak berlebihan bila kita menampilkan tokoh Wilfred Cantwell Smith yang sangat tertarik terhadap kajian Islam. Pasalnya, Islam merupakan satu-satunya agama yang telah mendapatkan nama baku sejak dari awal ia muncul di muka bumi.Ajarannya telah tersusun sedemikian rupa dan telah baku untuk menjadi satu  agama. Perbedaan gerakan-gerakan, sekte, aliran-aliran teologi, agama kesemuanya mendapatkan nama justru dari orang-orang yang bukan kelompoknya, pengikutnya. Bandingkan dengan Shinto diberikan oleh orang- China untuk menyebut agama orang Jepang; Kristen merupakan pengikut Kristus. Dapat dipahami bila umat Islam begitu gigih untuk menolak disebut Mohammedanisme. Mari kita renungkan ungkapa Smith tentang kedirianya yang kadung jatuh hati terhadap islam; Pertama, "Menjadi muslim bukanlah suatu jalan untuk beragama, melainkan suatu jalan untuk hidup." Kedua, "Umat isalm ini bisa diperdebatkan, dikarakteristikan sebagai suatu tuntutan yang unik atas dirinya sebagai sesuatu sistem yang koheren dan tertutup. Pada tarap mendane adalah entitas yang terorganisir secara logis, sosiologis bahkan politis; pada tarap ideal merupakan entitas yang terorganisir secara igeologis" Ketiga, "Islam bukanlah suatu aspek dalam pola kehidupan seorang muslim, melainkan nama pola yang didalamnya terkumpul seluruh landasan kehidupan seorang muslim" Dengan demikian islam adalah seluruh kerangka yang ditanamkan dalam setiap komponen kehidupan seorang muslim, sehingga setiap yang mereka lihat, segala objek yang mereka sentuh dan setiap kalimat yang mereka katakan (terima); semuanya itu mepunyai makna. Urusan sejarah yang sering dianggap distorsi (kecelakaan) Ia berkata "....adalah keliru memandang islam sebagai satu dari berbagai cara untuk beragama. Lebih tepat dikatakan selama ini abad islam telah menjadi satu dari cara yang penting untuk memanusiakan manusia" Ia membagai kepada tiga tahapan dalam memahami sejarah islam; pertama, sejarah islam adalah suatu kerangka di mana seorang muslim hiduap; kedua, tujuan dari kehidupan itu sendiri; ketiga, sejarah islam telah menjadikan seorang muslim dan menjadikan sejarah islami. Dengan sikap yang sangat empati ia berkata "Sejarah islam sebagaimana yang telah dijadikan dan akan menjadi sebagaimana adanya, karena respon seorang muslim dalam rangka menjadi manusia bisa dipastikan akan berlangsung secara alami. Manusia merupakan pencipta dan bukan semata-mata korban sejarah " (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur'an, Volume III No 2. Th 1992:98-110) Inilah warna-warni Islam di kalangan intelektuan Barat. Mari kita ceritakan pelangi islam ini. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun