Mohon tunggu...
Ghery Helwinanto
Ghery Helwinanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca memiliki banyak tujuan seperti mencari arah ke tempat tujuan, mencari arti dari suatu kata, mencari penjelasan dari suatu kejadian, dan lain-lain. Membaca juga tidak melulu soal buku, bisa juga koran, majalah, artikel ilmiah, artikel berita, peta, kamus, hingga bibliografi.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Ketahui Hal Ini Sebelum Menulis Genre Horor

23 November 2023   05:03 Diperbarui: 23 November 2023   05:39 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cinejour.com/wp-content/uploads/2015/05/105-Picture1.jpg

Dalam rangka melanjutkan seri kemarin tentang genre Action, kali ini saya akan membahas tentang hal penting alam genre Horor. Kita sebagai orang Indonesia tahu betul apa itu horor. Tapi, apakah horor hanya terbatas pada hantu dan entitas jahat seperti setan? Mari kita simak.

Coyne (2015) berpendapat bahwa nilai inti di dalam cerita-cerita horor memiliki kesamaan dengan nilai dengan cerita-cerita di genre action, yaitu hidup/ mati. Selain itu, terdapat elemen penting lain, seperti kekuatan antagonis si monster sebagai kunci utama.

Bila kalian ingat sebelumnya, saya juga pernah menuliskan tentang bagaimana protagonis perlu menjadi aktif pada cerita-cerita archplot. Dalam cerita dengan genre horor, monster sebagai antagonis secara pasti akan membuat protagonis menjadi aktif dan terus membuat keputusan-keputusan sepanjang cerita alih-alih diam, serta tidak melakukan apa-apa. Oleh sebab itu, arch plot pasti sangat berguna disini. Seorang protagonis yang tidak punya sifat kepahlawanan sekalipun harus menjadi aktif bila dihadapkan dengan genre ini, seberapapun pengecut dia di awal cerita.

Ada sebuah aturan tidak tertulis dalam cerita bergenre horor bahwa antagonis dirasuki oleh "kejahatan" dan tidak ada pilihan lain, selain pemusnahan. Antagonis dalam cerita ini tidak dapat berubah bahkan di akhir cerita. Jika kamu ingin menulis genre ini  sebaiknya hindari antagonis yang berubah menjadi karakter baik di akhir cerita. Monster yang jahat tidak akan berubah dan mereka tidak dapat dinalar.

Emosi utama dalam genre ini tentu saja mengenai ketakutan dan adanya adegan penting dimana si korban berhadapan dengan "belas kasihan si monster". Hal ini dikarenakan kunci dari ketakutan itu sendiri adalah kekuatan antogonis (monster). Saya tidak membicarakan sesuatu seperti rapalan yang kuat, senjata yang kuat, atau kekuatan fisik. Namun, kekuatan tersebut lebih mirip seperti "kuasa" terhadap si korban. Selalu ada adegan dimana si monster sepertinya terlalu kuat sehingga dia bisa menentukan hidup/ matinya si korban (yang mana hal itu adalah nilai inti dari genre ini). Itulah yang saya sebut sebagai "kuasa terhadap di korban oleh si monster". Sementara itu, Coyne menyebutnya sebagai "the victim at the mercy of the monster".

Dalam bukunya The Story Grid, Coyne menyebutkan bahwa terdapat 3 jenis subgenre pada genre horor (Coyne, 2015). Berikut tiga jenis subgenre di dalam genre horor:

  • Uncanny

Sub Genre Uncanny ini memiliki kecenderungan cerita dimana kekuatan jahat atau kejahatan dari seorang villian dapat dijelaskan. Maksud saya disini adalah bahwa villian memiliki wujud yang jelas, seperti monster buatan manusia, maniak yang kerasukan, atapun alien. Tidak ada cara untuk meyakinkan monster-monster tersebut untuk melakukan hal lain, selain pemusnahan.

  • Gaib

Monster dalam cerita ini tidak "nyata". Berbeda dengan subgenre sebelumnya, kekuatan jahat dari subgenre gaib berasal dari alam lain dan tidak dapat dijelaskan, selayaknya monster buatan, mahkluk asing dari luar planet, ataupun orang aneh dengan gergaji mesin. Contoh vilian dari cerita tipe ini seringkali kita temui di film-film atau novel horor di Indonesia. Hal-hal berbau mistis dan gaib, seperti kerasukan roh jahat dapat menjadi contoh untuk subgenre ini.

  • Ambigu

Dalam cerita-cerita dengan subgenre ini, audiens tetap berada dalam kegelapan mengenai asal sumber kejahatan. Mungkin kamu dapat memanfaatkan salah satu red herrings, yaitu unreliable narrator untuk menciptakan kesan protagonis atau korban yang meragukan. Lalu, mungkin kamu bisa mengejutkan audiens di beberapa halaman sebelum cerita akan berakhir.

Coyne (2015) mengatakan bahwa cerita horor memiliki definisi yang tidak realistis dan masuk ke dalam bagian genre fantasy reality. Insiden yang menunjukkan serangan oleh monster (apapun jenisnya) memaksa protagonis yang tidak heroik untuk keluar dari kesehariannya untuk secara aktif mengejar objek keinginannya untuk bertahan hidup dan menyelamatkan dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun