Mohon tunggu...
Yohanes Satriyo P.
Yohanes Satriyo P. Mohon Tunggu... Dokter - Hiduplah saat ini dan di sini

Pecinta buku dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menyikapi Beban Ekonomi Negara yang Terus Bertambah Akibat Penyakit Katastropik

24 Oktober 2019   19:00 Diperbarui: 24 Oktober 2019   19:06 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Alkisah ada seorang tabib hebat di suatu negeri, segala penyakit mampu disembuhkannya, sehingga semua orang dari berbagai penjuru negeri mendatanginya untuk mencari kesembuhan. Suatu hari ada seorang yang sakit berat dan seperti biasa sang tabib mampu menyembuhkannya. Orang itu kemudian bertanya, "Tuan Tabib, anda begitu hebat, mampu menyembuhkan segala jenis penyakit, dapatkah Tuan menceritakan bagaimana Tuan mendapatkan kemampuan ini?". Sang Tabib kemudian menjawab dengan tenang, "Kisanak, saya hanyalah orang biasa, yang diberi sedikit kemampuan untuk menyembuhkan penyakit, kakak saya jauh lebih hebat daripada saya". "Oh ya, mengapa Tuan Tabib mengatakannya demikian?" Tanya orang tersebut. "Begini kisanak, saya hanya mampu menyembuhkan penyakit yang sudah muncul, dan itu memerlukan waktu dan biaya pengobatan yang tidak sedikit, sedangkan kakak saya, dia mampu memperkirakan penyakit yang akan muncul dan mampu mencegahnya, hanya dengan melihat kebiasaan orang itu dan lingkungan tempat tinggalnya". Orang tersebut takjub mendengar jawaban yang diberikan oleh Tuan Tabib.

Seperti yang sudah sering diberitakan oleh harian Kompas, penyakit katastropik yang membutuhkan biaya terapi mahal kian membebani biaya pelayanan kesehatan dan ekonomi negara. Sejak 2014 hingga kini, seperlima pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) digunakan untuk menanggung delapan jenis penyakit katastropik. Dikatakan juga bahwa program JKN-KIS masih terlalu fokus pada program yang bersifat kuratif atau pengobatan sehingga membuat program promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) terpinggirkan. Akibatnya mata rantai penyakit katastropik sulit diputus. Penyakit katastropik itu terdiri dari penyakit jantung, kanker, gagal ginjal, stroke, thalassemia, sirosis hati, leukemia dan hemofilia. Sebenarnya pemerintah telah berupaya untuk menekan laju penyakit katastropik dengan sejumlah program, seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS), Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, dan Pos Pelayanan Terpadu Penyakit Tidak Menular.

Sindrom Metabolik

Empat dari delapan penyakit katastropik (penyakit jantung, kanker, gagal ginjal dan stroke), disebabkan oleh perubahan gaya hidup. Gaya hidup tersebut meliputi asupan makanan yang tinggi karbohidrat, konsumsi sayur-buah yang kurang, kurangnya aktivitas fisik, aktivitas sedentari lebih dari 6 jam per hari dan tingginya prevalensi perokok aktif, kurang lebih 59 juta orang (Riset Kesehatan Dasar 2013 Kementerian Kesehatan). Gaya hidup yang tidak sehat di atas merupakan faktor resiko terjadinya sindrom metabolik. Kriteria sindrom metabolik berdasarkan National Cholesterol Education Program yang dimodifikasi untuk kawasan Asia menyatakan bahwa seseorang dinyatakan menderita sindrom metabolik bila mempunyai 3 dari 5 keadaan berikut: 1. Peningkatan ukuran lingkar pinggang (>90 cm untuk laki-laki dan > 80 cm untuk wanita), 2. Peningkatan kadar trigliserida darah (> 150 mg/dL), 3. Kadar HDL kolesterol yang rendah (laki-laki < 45 mg/dL dan wanita < 50 mg/dL), 4. Tekanan darah tinggi ( 130/ 85 mmHg), dan 5. Kadar gula darah puasa > 110 mg/dL (NCEP/ATP III Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adult. JAMA. 2001., 285: 2486-97). Obesitas dan diabetes sendiri dihubungkan dengan kanker payudara, kanker usus besar, kanker pankreas, kanker hati dan kanker ginjal (Association between Metabolic Syndrome and Cancer, Ann Nutr Metab 2016;68:173-179). Ternyata empat dari delapan penyakit katastropik sangat erat kaitannya dengan gaya hidup yang tidak sehat. Lingkar pinggang, kadar lemak darah, tekanan darah dan kadar gula darah dapat kita jaga supaya dalam batas normal dengan cara hidup sehat.

Pencegahan Sebagai Kunci Pengendalian

Penyakit tidak datang dengan tiba-tiba. Ada tanda dan gejala yang mengawalinya, tetapi kita kerap tidak menyadarinya. Dimulai dari ukuran celana yang semakin bertambah, baju yang semakin sempit serta berat badan yang semakin naik. Acapkali kita sering abai terhadap gaya hidup kita yang memicu timbulnya berbagai penyakit. Empat dari delapan penyakit katastropik yang sangat membebani keuangan negara dapat dikatakan sebagai penyakit akibat gaya hidup yang tidak sehat.  Untungnya faktor-faktor yang menyebabkan munculnya penyakit tersebut dapat dimodifikasi. Artinya dengan gaya hidup sehat kita dapat menjaga agar ukuran lingkar pinggang tidak berlebih, lemak darah seimbang, tekanan darah tidak tinngi dan menjaga agar gula darah dalam batas normal. Dengan upaya yang penuh kesadaran kita bertanggungjawab terhadap kesehatan pribadi kita. Namun, ada kalanya himbauan saja tidak cukup, perlu adanya sedikit paksaan dari luar supaya masyarakat berusaha pro aktif untuk menjaga dirinya agar tetap sehat. Dalam hal ini harus jelas target-target yang harus dicapai. Saya mengusulkan, supaya dimulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang jumlahnya kurang lebih 4,5 juta orang saat ini. Dimulai dengan membuat raport kesehatan bagi para ASN yang dapat dievaluasi secara periodik. Raport kesehatan ini berisikan parameter-parameter sindrom metabolik, sehingga dapat diketahui dengan jelas tolok ukurnya. Dari raport kesehatan ini nanti dapat digunakan sebagai rekomendasi. Misalnya bagi para ASN dengan ukuran lingkar pinggang >90 cm untuk laki-laki dan >80 cm untuk wanita, tidak mendapatkan tunjangan hidup sehat, dan jika sakit dikarenakan akibat gaya hidup tidak sehat seperti diatas, maka pembiayaan kesehatan tidak ditanggung seluruhnya. Diharapkan dengan adanya reward dan punishment sejak awal dengan parameter yang jelas akan mendorong para ASN untuk berlomba-lomba dalam hidup sehat. Dan hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat yang lebih luas. Bahkan jika perlu dapat dimulai saat penerimaan ASN itu sendiri, dimana parameter-parameter sindrom metabolik dapat dijadikan salah satu poin dalam seleksi masuk ASN, sehingga nantinya didapatkan calon-calon ASN yang sudah terbiasa pro aktif dalam menjaga kesehatannya.

            Menjaga kesehatan itu memang sulit, tapi mengobati penyakit yang sudah timbul jauh lebih sulit, memakan waktu, biaya dan menurunkan produktivitas. Program promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) harus selalu mendapatkan prioritas, karena jauh lebih mudah dan murah. Salam sehat Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun