Indonesia saat ini mendapat giliran berada di posisi bonus demografi, dengan proporsi penduduk usia produktif (15--64 tahun) mencapai 69,58% dari total populasi per Juni 2024.Â
Kondisi ini merupakan peluang emas untuk meningkatkan produktivitas, kesejahteraan, dan daya beli masyarakat.Â
Jika dikelola dengan baik, bonus demografi dapat menjadi pendorong utama menuju visi Indonesia Emas 2045, menjadikan Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, dan berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Maka perlu juga belajar dari pengalaman negara maju seperti Jepang sekitar tahun 1950 pernah mengalami era bonus demografi.Â
Pemerintahannya pada saat itu sangat memahami betapa pentingnya era bonus demografi sehingga mereka persiapkan berbagai langkah strategi untuk menghadapi hal tersebut antaranya adalah perbaikan sektor pendidikan, perbaikan sektor kesehatan, perbaikan sektor ketenagakerjaan, dan penurunan angka pemuda yang non-produktif.Â
Keberhasilan dari strategi-strategi Jepang tersebut telah membentuk fondasi kemajuan yang kokoh, dan membawa Jepang menjadi negara maju hingga saat ini. Â
Namun ironisnya di Indonesia, baru saja mulai melangkah menjalankan momentum bonus demografi langsung dihadapkan berbagai tantanganatau persoalan serius.Â
Tingginya jumlah angkatan kerja tidak diimbangi dengan penyedian lapangan pekerjaan yang memadai, berisiko meningkatkan angka pengangguran.Â
Sebagaimana apa yang terjadi belakangan ini, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex Group) harus menghentikan operasional dan melakukan PHK terhadap 12.000 karyawan.
Sebelumnya, beberapa industri padat karya di Jawa Barat juga mengalami kebangkrutan, seperti PT Sanken Indonesia, PT Yamaha Music Product Asia, PT Tokai Kagu, PT Danbi Internasional, dan PT Bapintri.