Â
                                     Â
Salah satu rasa frustrasi terbesar dalam hidup bersama adalah kita tidak serta-merta dengan mudah mengubah pikiran atau sudut pandang orang lain secara paksa.
Siapa mereka. Mereka adalah teman-teman kita, keluarga kita atau rekan kerja. Bisa juga kumpulan orang-orang yang kita cintai dan tinggal serumah dengan kita. Sebutlah suami atau istri, anak-anak dan seterusnya.
Kita tidak ingat dengan persis entah sudah berapa kali hati kita hancur, sakit hati, trauma, marah dan sedih karena "disalibkan" oleh pikiran-pikiran sinting mereka.
Aneka jurus jitu mungkin sudah kita kerjakan. Bagaimana cara menelanjangi kebodohannya. Bagaimana membuat mereka melihat pikiran terang dan bisa belajar dari kesalahan. Bagaimana membuat mereka melihat apa yang kita lihat dan mempelajari apa yang benar dari sudut pandang kita.
Bila hasilnya nihil, itu bukan berarti kita salah langkah, miskin ide, kehabisan cara, tidak berbagi pengetahuan atau informasi dengan orang yang kita cintai. Bukan itu.
Namun situasi itu serentak membangunkan kesadaran kita bahwa untuk membuat perubahan yang langgeng, perubahan nyata, tidak lain dan tidak bukan adalah mulai dari diri kita sendiri.
Sebagaimana kita babak belur, berjuang dalam meracik atau mencari ide-ide baru untuk perubahan orang yang kita cintai, baiklah energy yang sama kita donasikan pertama-tama untuk mendorong kekuatan perubahan dalam diri kita sendiri.
Kita semua memiliki satu kekuatan besar dan itu adalah kekuatan untuk mengubah diri kita sendiri. Sejak awal Allah sudah menyediakannya bagi kita.
Kita tidak dapat mengubah etnis, atau golongan darah, tetapi kita dapat mengubah tindakan dan reaksi kita, dan dengan melakukan itu kita dapat memberi pengaruh pada banyak orang di sekitar kita.