Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Senjakala Ahok Melanjutkan DKI 1

23 Februari 2016   12:06 Diperbarui: 23 Februari 2016   12:13 2204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Massa dari Teman Ahok mengumpulkan dukungan melalui petisi di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (1/3/2015).TRIBUNNEWS / DANY PERMANA"][/caption]

Memangnya Ahok sudah pasti bakal menang dalam Pilgub DKI 2017 nanti? Lha, bagaimana yakin bisa menang kalau calon lawan-lawannya saja belum pada nongol. Kalau Ahmad Dani, Farhat Abas, dll, apa bukan calon lawan Ahok? Jawabannya, apa ada yang mau mencalonkan mereka?

Ahok baru akan mendapatkan lawannya setelah jelang batas akhir pendaftaran pasangan cagub-cawagub di KPU. Jadi, sejak sekarang sampai batas waktu itu datang, Ahok masih satu-satunya bakal calon Gubernur DKI. Resikonya, Ahok bakal jadi satu-satunya samsak untuk dihajar dengan berbagai arah penjuru.

Masalahnya, elektabilitas Ahok berkisar di bilangan 43 % -48 % atau kurang dari 50 %. Sebagai calon petahana modal elektabilitas yang dimiliki Ahok terbilang kecil. Nah, sudah modalnya kecil, jadi satu-satunya samsak pula. Akibatnya, kalau tidak bisa berkelit dari serangan, Ahok bisa terjungkal. Mau balik menyerang? Mau menyerang kemana atau siapa? Kan calon lawan-lawan Ahok belum pada nongol. Itulah kenapa parpol-parpol itu belum ada satu pun yang mendeklarasikan jagoannya untuk menantang Ahok. Mereka tidak ingin jagoannya itu sudah babak belur sebelum bertanding. Karenanya, dukungan Nasdem kepada Ahok di saat hari masih pagi buta teramat sangat janggal.

Nasdem itu partai politik. Kebetulan kadernya ada yang menjadi Jaksa Agung. Dan, kebetulan juga Kejaksaan Agung sedang mengusut kasus yang melibatkan Hari Tanoe, Ketua Partai Perindo. Kasus ini kemudian bergeser menjadi Nasdem vs Perindo. Lewat media sosial sejumlah kader Perindo memprotes keras ketua parpolnya dikasuskan. Tidak sedkit dari kader Perindo yang balik menyerang Nasdem dan ketua partainya, Surya Paloh.

Akibat dari perseteruan Nasdem-Perindo, Ahok kena getahnya. Sejumlah kader Perindo mulai terlohat menyerang Ahok. Nah, lebih fatal lagi kalau serangan terhadap Ahok kemudian disisipkan ke dalam dialog-dialog sinetron yang diputar di MNC Group. Ingat, rating stasiun-stasiun TV milik HT lebih tinggi ketimbang stasiun TV milik SP. Dan ingat juga, tingkat elektabilitas Perindo menurut hasil survei CSIS lebih tinggi dari Nasdem.

Masuknya Nasdem yang disambut uluran tangan terbuka oleh Teman Ahok merupakan pukulan telak bagi Ahok. Orang malah jadi bingung sikap Teman Ahok. Apalagi sebelumnya Teman Ahok kerap menyerukan teladnya untuk memperjuangkan Ahok lewat jalur independen. Dampak buruk dukungan Nasdem bagi Ahok lainnya bisa dibaca disini

Tunggu, masalah dukungan Nasdem kepada Ahok bukan hanya itu-itu saja. Dan ini yang lebih serius. Jika nantinya Ahok maju sebagai calon perorangan, dukungan Nasdem ini berpotensi menjadi masalah tersendiri. Sebab, parpol yang mendukung calon independen dilarang menggunakan atribut kepartaannya. Maukah Nasdem mengkampanyekan Ahok tanpa memperlihatkan embel-embel partainya? Kalau selama masa kampanye ditemukan adanya atribut Nasdem pada materi kampanye Ahok maka hal itu dianggap sebagai pelanggaran pemilu dan bisa dilaporkan kepada Panwaslu.

Belakangan ini ada sesuatu yang harus dicermati oleh pendukung Ahok. Ingat, sampai sekarang Ahok masih sebagai satu-satunya kanddat. Sebagai satu-satunya kandidat, Ahok menjadi satu-satunya sasaran untuk digembosi dan dibusukkan.

Salah satu cara yang mulai terlihat untuk membusukkan Ahok adalah dengan membuat akun-akun di media sosial, termasuk di Kompasiana. Akun-akun itu berperan sebagai pendukung Ahok. Tetapi, dalam berinteraksi, akun-akun itu diketahui kerap kali mengeluarkan komentar-komentar kasar, caci maki dan lain sebagainya kepada siapa pun yang berseberangan dengan Ahok. Perilaku akun-akun yang berperan sebagai pendukung Ahok ini pastinya dimaksudkan untuk menunjukkan kalau pendukung Ahok adalah preman yang berperangai kasar.

Ada yang menarik. Pada berita di Kompas.com tentang sebuah masjid di Kalijodo terancam akan kena gusur, muncul akun-akun yang komentar-komentarnya mengaitkan berita tersebut dengan SARA. Akun-akun tersebut menunjukkan kalau mereka adalah pendukung Ahok. Manariknya, perilaku negatif akun-akun tersebut kemudian diulas dalam sebuah artikel di Kompasiana yang ditayangkan oleh kompasianer yang mengaku dirinya bukan pendukung Ahok. Lebih menarik lagi, selisih waktu antara tampilnya komentar pertama yang berbau SARA di Kompas dengan tayangnya tulisan di Kompasiana hanya terpaut 17 menit. Wow, 17 menit untuk menulis (bukan menyalin) artikel dengan jumlah karakter 9.773 dan kemudian menayangkannya di Kompasiana. Milik siapa akun-akun di Kompas yang menebar bau SARA tersebut? Lalu, apa hubungannya dengan penulis artikel di Kompasiana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun