Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pendongeng Hitam: Pengakuan Intel Belanda yang Bertato Mawar di Betisnya tentang Kematian Munir

17 Oktober 2016   14:11 Diperbarui: 15 September 2017   14:28 2798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendongeng hitam. Begitu stempel yang dialamatkan oleh pengiat HAM kepada orang-orang yang berbeda teori tentang pembunuhan Munir. Kisah Pendongeng Hitam tentang Kematian Munir

Dalam teori yang dibangun oleh para pengaku aktivis HAM, Munir dibunuh dalam perjalanannya dari Indonesia ke Belanda. Otak pelakunya Badan Intelijen Negara alias BIN. Muchdi PR yang saat itu menjabat sebagai Deputi V BIN pun disebut-sebut sebagai dalangnya. Sementara Polycarpus yang dikaitkan dengan Muchdi sudah divonis bersalah sebagai pelaku lapangan pembunuhan aktivis HAM tersebut.

Sampai sekarang banyak yang memercayai teori yang dibangun oleh para penggiat HAM tersebut. Apalagi sejak awal, dan sampai sekarang, tidak ada satu pun media, pengamat, pejabat yang berani menentang teori “Munir dibunuh oleh BIN”. Mungkin karena takut dicap sebagai Pendongeng Hitam.

Dalam “dunia yang berbeda”, masyarakat digemparkan oleh tewasnya Mirna. Pada mulanya banyak yang percaya kalau Mirna tewas akibat sianida yang dimasukkan ke dalam gelas kopi vietnam oleh Jessica. Jessica pun langsung jadi pesakitan tingkat nasional. Meme-meme yang merisik Jessica bertebaran di media sosial. Tetapi, di antara masyarakat ada juga yang sejak awal meragukan kalau Mirna tewas karena racun sianida. Salah satu kuncinya, dokter yang pertama kali menangani Mirna menyatakan kalau tidak ada tanda-tanda keracunan pada diri Mirna.

Kematian Mirna yang terjadi pada awal tahun ini memang berbeda dengan kematian Munir yang terjadi 12 tahun silam atau tepatnya pada 7 September 2004. Tetapi, sedikitnya ada simpul-simpul yang bisa menautkan kedua peristiwa tragis tersebut. Salah satu di antaranya adalah sosok yang disebut-sebut sebagai pelaku pembunuhan.

Apakah kematian Munir wajar atau karena diracun itu soal lain. Hanya dokter forensik Institut Forensik Belanda (NFI) yang tahu persis. Dari tes fisik pertama terhadap jenazah Munir, NFI tidak menemukan penyebab spesifik yang menunjukkan ketidakwajaran kematian Munir. Begitu juga dengan hasil tes kedua. NFI tidak ada tanda-tanda kematian tidak wajar pada liver, jantung, otak, cairan otak, serta pembuluh paru-paru. Tim NFI baru menemukan konsentrasi arsenik yang cukup tinggi pada darah Munir.

Menariknya, hasil otopsi itu dianggap lambat dikirimkan ke Indonesia. Pemerintah Belanda baru menyerahkan hasil otopsi itu kepada Kedutaan Besar Indonesia di Belanda pada 11 November 2005. Padahal hasil otopsi sudah rampung disusun sepekan setelah kematian Munir.

Kata seorang intel Belanda yang tidak jelas identitasnya, keterlambatan itu disebabkan karena dua faktor. Pertama, karena pemerintah Belanda khawatir pelaku pembunuhan Munir akan dihukum mati. Kedua, pemerintah Belanda khawatir kalau kasus kematian Munir akan dipolitisasi mengingat saat itu Indonesia tengah memasuki Pilpres 2004 putaran kedua yang digelar pada 20 September 2004. Begitu penjelasan intel Belanda yang bertato mawar merah pada betisnya pada Direktur Imparsial Rachland Nashidik yang menemuinya di Belanda pada 2005. Pengakuan Rachland tentang pertemuannya dengan intel Algemene Inlichtingen en Veilighedsdienst (Dinas Keamanan dan Intelijen Belanda)  yang tidak jelas identitasnya ini dimuat Tempo.co pada 7 September 2016, pemerintah Belanda.

Kemungkinan adanya politisasi atas pembunuhan Munir memang cukup beralasan. Pada saat itu, Megawati sebagai capres petahana yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi tengah head to head melawan pasangan SBY-JK.

Menariknya, Rachland menarik kesimpulan kalau kematian Munir akan dimanfaatkan untuk menyerang SBY. Dasar pemikiran Rachland sederhana. Munir kerap mengritik militer dan menjadi pembela aktivis yang diculik Tim Mawar bentukan Kopassus TNI AD. Sebelum meninggal, Munir terlibat dalam penyusunan Undang-undang Intelijen dan Keamanan Negara. Dan SBY adalah tentara berpangkat jenderal.

"Jadi, dengan temuan arsenik, pembunuhnya diduga pihak yang tak suka kepada aktivitasnya, yaitu tentara. Forensik ini bisa dipakai untuk kampanye hitam bagi Yudhoyono yang jenderal tentara?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun