Kejanggalan-kejanggalan dalam pengungkapan kasus kematian Munir sebenarnya bukan hanya yang dituliskan Mun'im dalam bukunya. Masih ada beberapa lagi.Â
Kejanggalan yang paling mencolok adalah berubah-ubahnya jenis makanan dan minuman beracun arsenik yang dikonsumsi Munir. Lantaran jenis makanan dan minumannya berubah-ubah, tempat Munir mengonsumsinya pun berubah-ubah pula.Â
Uniknya, meski makanan-minuman dan TKP-nya berubah-ubah, namun pelakunya tidak berubah: Pollycarpus.
Selain kejanggalan-kejanggalan tersebut, masih ada sejumlah pertanyaan yang mengganjal. Salah satunya, kapan surat perintah PT Garuda kepada Pollycarpus dibuat, sebelum atau setelah kematian Munir? Pertanyaan ini menarik lantaran tidak ada penyelidikan forensik terhadap komputer yang digunakan untuk menulis surat.
Namun demikian, dua pernyataan BHD, yaitu "Dokter, ini untuk Merah Putih (Indonesia)" dan "Kalau kita tidak bisa memasukkan seseorang ke dalam tahanan sebagai pelaku, dana dari luar negeri tidak cair. Karena dia tokoh HAM. Kemudian obligasi (surat-surat berharga) kita tidak laku, Dok" menguatkan dugaan bila Pollycarpus tidak bersalah. Ia hanyalah tumbal dari persekongkolan jahat.
Pembunuhan Munir adalah buah konspirasi yang diungkap dengan cara penuh konspirasi. Akibatnya dalang dan pelaku pembunuhan Munir yang sebenarnya tidak pernah terungkap.
Tetapi, ada satu yang paling menarik dari semua rentetan peristiwa kasus pembunuhan Munir. Kasus pembunuhan Munir dapat diungkap hanya dalam hitungan bulan. Sementara, kasus pembunuhan sejenis terhadap Georgi Markov dan Alexander Litvinenko belum dapat diungkap meski sudah terjadi puluhan tahun.
Kejaksaan Agung Tutupi Kasus, Rampok Besar Jiwasraya Melenggang
Kasus Jiwasraya bermula dari kegagalan bayar polis nasabah. Kejaksaan Agung mendudukkan enam orang di kursi terdakwa. Keenamnya dijerat Pasal 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Subsider Pasal 3 UU Tipikor.
Sekarang kasus ini sudah memasuki tahap pembacaan pledoi. Akan tetapi, sebagaimana kasus pembunuhan Munir, dalam proses hukum terhadap megaskandal Jiwasraya ada sejumlah kejanggalan,Â
Misalnya, tidak diperiksanya pemegang saham Asuransi Jiwasraya atau Kementerian BUMN. Padahal, dalam perkara ini Kementerian BUMN bertindak sebagai pelapor.Â