Di samping adanya dukungan simpatisan terorisme, visi misi pasangan Prabowo-Sandi pun tidak menyentuh akar permasalahan terorisme yaitu ideologi.
Dalam visi-misinya, pasangan nomor urut 02 ini menyebutkan "mencegah aksi terorisme dengan mereformasi sektor keamanan, pembenahan regulasi keamanan, reorientasi pendidikan aparat penegak hukum dan melakukan kampanye sosial-kultural secara menyeluruh."
Selain itu disebutkan pula, "Memperkuat sinergi antar instrumen pertahanan dan keamanan dalam pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme". Â
Malah dalam ajang debat Pilpres 2019 pada Kamis 17 Januari 2019, Prabowo memandang banyak teroris adalah penyusupan dari luar Indonesia. Ditambahkannya lagi, teroris "lokal" timbul karena rasa ketidakadilan.
"Mereka merasa tersakiti. Dengan demikian, mereka bisa dipengaruhi oleh pengajar dan paham yang rentan kekerasan," kata Prabowo (Sumber: Detik.com.
Masih menurut Prabowo, cara jitu untuk deradikalisasi adalah dengan memantapkan pendidikan. Juga memberikan jaminan kesehatan bagi rakyat.
"Prabowo-Sandiaga mendukung upaya deradikalisasi. Prabowo-Sandiaga akan investasi besar-besaran di pendidikan dan kesehatan. Kita bantu rakyat miskin, guru pesantren dan madrasah, guru-guru, kapasitasnya, kualitas hidupnya. Dengan demikian, mereka akan memberikan pengajaran, memberikan suasana tidak putus asa, tidak merasa benci, dan tidak merasa tersakiti," pungkasnya.
Sepertinya veteran capres 2014 yang mengaku bersama Luhut Binsar Panjaitan membentuk pasukan antiteror pertama ini belum menyadari jika terorisme bukan bergerak atas dasar kebutuhan "perut", bukan atas dasar kesenjangan kesejahteraan, dan bukan pula dilatarbelakangi rasa ketidakadilan. Terorisme bergerak atas dasar ideologi keagamaan, yaitu terbentuknya kekhalifahan Islam.
Berbeda dengan Prabowo-Sandi, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin menyentuh persoalan ideologi. Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 ini mengatakan, "meningkatkan upaya terpadu untuk menanggulangi terorisme, mulai dari peningkatan pemahaman ideologi negara untuk mengurangi radikalisme, pengembangan sistem pendidikan, hingga penguatan sistem penegakan hukum untuk mengatasi tindakan terorisme".
Mungkin Prabowo pun tidak menyadari jika situasi terpolarisasinya bangsa Indonesia ini telah dimanfaatkan oleh simpatisan teroris untuk menanamkan dan menyuburkan paham atau ideologi terorisme. Dan, inilah yang sesungguhnya jauh lebih berbahaya dari aksi teror itu sendiri. Â
Karenanya, jika baru pada tingkat akar permasalahan saja Prabowo sudah salah  dalam memahaminya, bagaimana mungkin Prabowo mampu menderadikalisasi pelaku terorisme. Atas kesalahan tersebut, deradikalisasi terorisme ala Prabowo-Sandi sudah bisa dipastikan tidak akan berhasil.