Mohon tunggu...
Gama Tafir
Gama Tafir Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keberanian Sudirman Said Seperti Jenderal Soedirman

12 Juli 2017   17:11 Diperbarui: 13 Juli 2017   10:41 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
courtesy liputan6.com

Kita tetap menelan pil pahit berkali-kali untuk kembali memercayai sebuah diktum klasik, bahwa "banyak orang baik di negeri ini, tapi tidak dengan orang baik dan berani". Begitu banyak orang baik di negeri ini, tapi ketika harus memberanikan diri untuk mengungkapkan "ketidak-baikkan", terlebih yang dilakukan oleh penguasa, banyak juga yang menyiutkan nyali dengan segala bentuk rasionalisasi, karena keberanian adalah jenis "olahraga" berisiko tinggi.

Kita boleh memilih untuk menyiutkan nyali atau tidak, tapi dalam konteks ini, Sudirman Said lebih memilih menyuarakan keadaan dan "ketidak-baikan" secara berani meski harus berhadap dengan berbagai kepentingan dalam konteks politik, terutama penguasa dan pemerintahan. Sepak terjang keberaniannya kerap memusingkan banyak kelompok, terutama mereka yang memiliki hobi untuk "berkompromi" dengan aturan.

Track record-nya sebagai profesional, dipenuhi dengan keberanian. Berani menciptakan aturan untuk mengekang mereka yang sejak dari alam pikirannya sudah ada niatan "macam-macam" dengan aturan. Pun berbagai kebijakan dan kerjanya ketika memimpin lembaga/institusi dipenuhi dengan keputusan yang berani. Apa contoh yang paling terkini dari keberaniannya?

Mari sejenak kembali pada beberapa jam lalu, sebelum bercerita tentang beberapa waktu yang lalu. Beberapa jam yang lalu, Sudirman Said menuliskan cuitan di akun twitternya dengan nada yang tajam terkait kegaduhan hak angket KPK serta "keseriusan" pihak-pihak tertentu untuk mendeligitimasi KPK, pada akhirnya.

Dalam empat cuitan singkatnya, Sudirman Said secara gamblang menginginkan kita semua jujur mengakui, bahwa "serangan" terhadap KPK semakin membabi buta ketika mahluk bermasalah kembali pimpin DPR dikarenakan pilihan politik penguasa. Ia juga mempertanyakan tentang penyiraman air keras yang dilakukan kepada Novel, dan cuitan terakhir permintaan tolong untuk tidak mengentuti pemilih (rakyat jelata). Betul gak? Begitu ia mengakhiri setiap cuitannya.

Dari mana keberaniannya? Pada kata "mahluk bermasalah" kembali pimpin DPR. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat untuk tidak menyebut namanya, semua orang tahu, bahwa yang dimaksud adalah Setya Novanto, sosok yang disebut-sebut ikut menikmati dana haram proyek e-KTP dengan segenap track recordbermasalahnya. Hak angket ini pun mencuat ketika proses terhadap kasus korupsi e-KTP sepertinya akan memakan korban-korban baru. Secara jelas "mahluk bermasalah" itu bisa dilihat secara kasat mata.


"Makhluk bermasalah" itu kembali memimpin DPR, menurut Sudirman Said, adalah pilihan politik penguasa. Sebagian mungkin bilang, ini sakit hati karena ia pernah menjadi bagian dari penguasa, tapi jika melihat keakraban mahluk itu untuk menguntit penguasa, jelas tak bisa dinafikan begitu saja. Dan permintaan tolong untuk tidak mengentuti rakyat yang memilih dan menggaji DPR merupakan keberanian selanjutnya. Ia yang tidak mempunyai proteksi politik, tapi berani untuk menantang sarang politikus itu. Inilah keberanian yang ditampilkannya beberapa jam yang lalu, ketika melihat KPK "diserang" darimana-mana (seakan) untuk "mengamankan" kelompok-kelompok tertentu yang ikut mengantongi uang hasil korupsi e-KTP.

Keberanian Sudirman Said, sejak awal bermula dari komitmen kuatnya untuk ikut ambil bagian dalam pemberantasan korupsi. Meski secara profesional bukan bagian dari penegak hukum, tapi bersama teman-teman yang lain ia ikut berperan dalam pembentukan MTI, dan setidaknya kiprahnya untuk ikut memberikan sumbangsih kepada bangsa dimulai sejak lama. Keberanian itu pulalah yang ditunjukkannya ketika melaporkan adanya pencatutan nama Presiden.

Seperti diketehui, bangsa ini gaduh oleh sebuah skandal besar berjudul #PapaMintaSaham yang melibatkan (lagi-lagi) Setya Novanto. Gaduh luar biasa itu terkait dengan saham Freeport itu, sayangnya berakhir di MKD dan tidak menghasilkan apa-apa kecuali manuver pengunduran diri Setya Novanto. Nama Setya Novanto bahkan dibersihkan, sementara Sudirman Said harus menelan pil pahit untuk meinggalkan kursinya sebagai Menteri ESDM.

Satu-satunya kelemahan yang dimiliki Sudirman Said adalah tidak adanya proteksi politik yang kuat. Sebagai seorang profesional, ia tak bisa berbuat apa-apa meski juga mempunyai kenalan orang-orang hebat. Publik yang berharap besar atas skandal kongkalikong #PapaMintaSaham ini akhirnya kecewa luar biasa, terutama ketika Setya Novanto kembali diangkat menjadi Ketua DPR, berhasil "menggulingkan" Akom dengan manis. Sebagai whistle bloweryang akhirnya "disalahkan", Sudirman Said tetap mempunyai keberanian untuk menyuarakan komitmen anti korupsinya.

Pada titik ini, kita mungkin juga teringat pada keberanian Jenderal Soedirman dalam menghadapi musuh-musuhnya. Dalam konteks yang berbeda, yakni pemberantasan korupsi dan pembelaan terhadap KPK, Sudirman Said tampil berani seperti Jenderal Soedirman. Sang Jenderal, tentu tanpa saingan. Keberanian dan ketokohannya tiada tandingan. Dielu-elukan kawan maupun lawan. Tapi keberanian Sudirman Said untuk menyuarakan kebenaran tak ubahnya Jenderal Soedirman.

 Artinya, dalam hal keberanian, ada Jenderal Soedirman dalam diri Sudirman Said.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun