Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlawanan Nasabah Tertimpa Musibah terhadap Perbankan

1 Desember 2018   00:00 Diperbarui: 2 Desember 2018   00:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alih-alih disuruh membayar cicilan, untuk sekedar hidup saja sudah kesulitan karena menggantungan hidupnya pada uluran bantuan dari pihak luar. Akal waras manapaun akan berfikir bahwa kerugian yang mereka tanggung tidak hanya materi. Namun kerugian yang tak  terhitung adalah hilangnya anggota keluarganya yang meninggal dunia.

Cobalah pihak perbankan sedikit jernih dan logis bagaimana jika Musibah tersebut menimpa orang-orang yang merasa sok-sokan yang masih merasa bahwa musibah tersebut bukan bagian dari dirinya.  

Jelas sekali sikap asal tuntut dari perbankan tersebut sungguh menistakan penderitaan saudara sendiri sesama warga bangsa. Yang ada dalam kepala mereka adalah uang uang dan uang dengan dalih disiplin profesi. Namun bisakan mereka berfikir jika musibah tersebut merenggut anak-anaknya istri dan sadaranya tercinta. Apa yang terlintas dalam pikiran orang-oarang sombong tersebut.

Kedua kalaupun mereka akan diberi suntikan dana segar yang berstatus pinjaman maka sama saja dengan memperpanjang derita dan beban berat yang akan ditanggung dalam jangka panjang.

Ketiga jumlah total pinjaman masyarakat yang terkena bencana tidak seberapa jika dibandingkan dengan dana talangan untuk menebus kebangkrutan perbankan pada saat melikuidasi kasus bank  Centuri dan yang lainnya.

Dilatari dari tiga point pertimbangan diatas maka sangat layak dan masuk akal tuntutan "Forum Debitur Korban Bencana Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala" untuk menolak pembayaran tanggungan cicilan utang yang masih dibebankan oleh mereka. Dan pilihan yang paling rasional adalah memutihkan utang mereko secara total tanpa syarat.

Karena Cara pandang visi Perekonomian Indonesia masih menggunakan standart kaca-mata kuda. Paradigma ini masih menganggap bahwa peran elit dan kalangan kelas menengah adalah kunci dan katalisator roda perekonomian bangsa.Satu alasan Pemerintah terhadap teori ini adalah faktor SDM serta mobilitas kaum terdidik dan parlente ini selalu siap membaca situasi dan dinamika bergeraknya langgam perekonomian bangsa.

Namun terlepas dari itu semua ada beberapa hal yang harus dikaji sekaligus dicermati dari potensi yang ada pada mayoritas kelas menengah kebawah. Ada beberapa sinyalemen yang harus menjadi pertimbangan merngapa keberadaan kaum merjinal tersebut tidak bisa kita remehkan diantaranya  pertama adalah peran dan posisi mereka selain sebagai warga juga sebagai konsumen. 

Hal ini mengindikasikan secara terang benderang bahwa keberadaan konsumen adalah sama pentingnya dalam rumus timbal balik perdagangan. Dalam pengertian yang lebih lugas bahwa secanggih apapun dunia ekonomi yang mensyaratkan produktivitas yang tinggi dari para pelaku usaha akan tidak bermakna sama sekali jika mengabaikan kehadiran konsumen. Berarti keberadaan produsen dan konsumen ibarat dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan karena sudah tersublim dalam satu persenyawaan.

 Ironisnya dalam praktek perekonomian di Indonesia, konsumen hanyalah diposisikan sebagai prasyarat "pelengkap Penderita". Praktis hanya dijadikan obyek sasaran bulan-bulanan oleh pelaku usaha yang notabene sebagai produsen.

Yang jelas keduanya sama-sama urgen dan mutlak adanya dalam perencanaan sebuah sistem makro ekonomi di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun