Mohon tunggu...
Muhamad Jalil
Muhamad Jalil Mohon Tunggu... Dosen - Orang pinggiran

Write what you do

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya Gotong Royong

11 Desember 2018   21:00 Diperbarui: 11 Desember 2018   21:04 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah asingkah dengan terma gotong royong? Baru saja warga RT 02 Bekelan Bantul Yogyakarta sedang disibukkan dengan sengkuyung membangun proyek pengerasan jalan bantuan dana desa setempat. Karena rumah kontrakan saya bersebelahan langsung dengan pak RT maka tak enak hati kalau tidak menampakkan batang hidung.

Presiden Soekarno waktu sidang BPUPKI 1945 menyebut gotong royong sebagai pembantingan tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-membantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Holopis kuntul baris buat kepentingan bersama.

Dengan kata lain gotong royong itu kegiatan kerja bersama-sama dengan warga untuk mengerjakan sesuatu agar cepat tuntas. Misal saja bersih gorong-gorong, pengerasan jalan, bersih-bersih masjid, bikin rumah, dan banyak lagi. Dengan gotong royong persoalan sulit jadi mudah, berat jadi ringan, sukar jadi gampang. Kira-kira begitu saya mendefenisikan secara sederhana makna dan tujuan gotong royong.

dokpri
dokpri
Kita patut berbangga gotong royong jadi salah satu identitas bangsa. Bangsa ini besar karena dari sejak dulu eyang iyut kita mencontohkan bagaimana seharusnya hidup di masyarakat saling bahu-membahu, bekerja sama untuk memudahkan urusan orang lain. Di Jawa ada istilah sambatan, yaitu budaya membangun rumah secara bersama-sama. Dan sayangnya budaya ini sudah mulai tercerabut dari lingkungan masyarakat.

Ya karena segala sesuatu sekarang sudah dinilai dengan materi. Gak tahu kenapa. Tapi nyatanya demikian. Mungkin kalau masih ada budaya sambatan barangkali di daerah-daerah yang masih mempertahankan tradisi dengan kuat. Dimana itu? Entahlah. Yang pasti budaya gotong royong sudah digerus dengan budaya kekinian. Jangankan gotong royong, budaya tegur sapa saja sudah mulai terfragmentasi oleh teknologi. Budaya holobis kuntul baris dapat terbangun diawali saling sapa, saling kenal, saling memahami, saling menolong dan saling menanggung. Empat "saling" ini akan melahirkan ukhuwah islamiyah, ijtimaiyah, dan wathaniyah. Jika semangat ukhuwah ini terbangun dengan baik, maka sikap individual akan hilang secara pelan-pelan.

Namun demikian, di zaman yang serba modern ini, sikap individualis mudah ditemui di lingkungan sekitar. Bukan tanpa alasan, mereka memiliki segudang alibi untuk tidak terlibat aktif di masyarakat. Di ajak gotong royong ogah-ogahan. Diajak kegiatan sosial kura-kura dalam perahu alias pura-pura tidak tahu. Atau dengan dalih sibuk dengan pekerjaan ini dan itu.

Dengan tidak terlibat gotong royong sebenarnya yang dirugikan kita sendiri. Ingat kita tidak selamanya di atas, adakalanya kita di bawah. Juga tidak selamanya apa-apa dapat diganti dengan uang. Dalam hal-hal tertentu kita pasti membutuhkan bantuan orang lain. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari jikalau masyarakat mengucilkan kita lantaran tidak mau diajak gotong royong. Kan repot juga kalau kita punya gawe tetapi tidak ada yang datang.

dokpri
dokpri
Padahal ya gotong royong itu menyehatkan. Berbaur bersama. Bercengkrama bersama. Makan dan minum kopi bersama. Kerja bersama-sama. Datanglah meskipun hanya sekadar bantu angkat-angkat. Remeh di mata kita belum tentu remeh di mata Allah. Apalagi kerjanya diiringi dengan sikap ikhlas tentu semua akan berniilai ibadah.

Bukannya manusia lahir ke muka bumi diperintahkan hanya untuk beribadah? konteks ibadah maknanya sangat luas. Tidak sempit hanya melulu tentang hubungan vertikal kepada sang khalik. Namun harus membiasakan diri ibadah sosial atau horizontal. Harusnya kalau ibadah vertikalnya sudah benar, maka akan diikuti  kesalihan sosial.

Kesalihan sosial itu kayak apa? Tentu kesalihan individu yang memproduksi diri menjadi kesalihan sosial. Warga yang memiliki kesalihan ini akan selalu respon dan tanggap dengan agenda masyarakat, termasuk gotong royong. Saran saya sisihkan waktu anda secara proporsional sesibuk apapun. Ada kalanya god time, me time, family time, work time, dan social time. Muslim yang kamil adalah mereka yang bisa membagi dengan baik ke dalam ruang-ruang waktu itu. Atur dengan baik karena masyarakat akan selalu menunggu kontribusi anda. Khoirunnas anfauhum linnas. Bukan begitu?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun