Â
Kuliah dan Mondok, Kisah Saya Menjadi Mahasantri
Di era sekarang menjadi Mahasiswa adalah impian banyak orang. Kuliah di perguruan tinggi favorit, pandai berbicara di depan umum, aktif berorganisasi, dan berIP tinggi. Hal tersebut merupakan impian yang umum.
Mahasiswa dari luar Banyumas yang mengambil kuliah di Purwokerto pada umumnya memilih tinggal di kos, kontrakan, dan sejenisnya. Namun, adapula yang memilih tinggal di Pondok Pesantren. Adanya pergaulan bebas, kurangnya pengetahuan agama dan lemahnya iman dapat menggugurkan impian para Mahasiswa.Â
Lalu bagaiman menyikapinya? Banyak Mahasiswa memilih jalan berkuliah dengan mondok sehingga mereka sering dijuluki sebagai Maha santri. Dengan mondok Mahasiswa dapat membentengi dirinya dari pergaulan bebas dan mendapatkan pengetahuan agama yang dapat menambah keimanannya.
Pondok pesantren dan kuliah sama-sama memiliki kegiatan yang padat, mahasiswa harus pintar dalam membagi waktu agar keduanya berjalan beriringan. Mahasantri atau Mahasiswa Santri merupakan Mahasiswa yang mendalami ilmu agama di Pondok Pesantren.Â
Selain saat jam kuliah, Mahasantri mengikuti kegiatan santri pada umumnya, melaksanakan sholat berjama'ah, membaca, mengkaji lalu menghafal Al-Qur'an dan Kitab, namun bedanya santri dan Mahasantri adalah Santri biasa sangatlah ketat tidak boleh membawa alat komuikasi seperti handphone dan laptop, namun Mahasantri boleh membawanya.
Begitu pula yang saya alami sebagai mahasiswi Universitas Islam Negeri Prof. Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) Purwokerto yang memilih tinggal di Pondok Pesantren Al-Hidayah Karangsuci. Banyak orang mengira menjadi Mahasantri itu berat dan pasti tidak akan bisa membagi waktunya untuk belajar.Â
Begitupula menurut saya, membagi waktu antara pondok dan kampus awalnya tak cukup mudah. Sebab semuanya memerlukan adaptasi serta penentuan keputusan yang jelas. Berangkat dari pengalaman sebelum kuliah yang juga sering terseok-seok oleh jadwal. Saya akhirnya dapat sedikit mengimbangi dua kegiatan rutin yang berdampak besar di masa depan ini, sehingga tak ada satupun yang dikorbankan secara besar-besaran.
Awalnya saya termasuk mahasiswa yang sulit membagi waktu, sering keteteran, dan juga sering terlambat datang pada jam kuliah offline berlangsung.Â