wahai para calon pengantin
Wahai para pengantin baru
Atau siapapun yang sudah menikah
Jika hingga saat ini kau belum mampu membeli rumah, sebaiknya jadilah kontraktor (baca: pengontrak rumah). Semegah apapun rumah orang tua atau mertua, tapi ada baiknya memulai pernikahan dengan kemandirian sedari dini.Â
Iya, tidak jarang di Indonesia satu rumah diisi oleh 2-3 keluarga. Mulai dari orang tua, anak pertama beserta pasangan dan anaknya dan anak kedua beserta pasangan dan anak pula. Bisa dibayangkan betapa riuhnya satu rumah tersebut dengan banyaknya anggota keluarga. Belum lagi masalah yang pasti akan dihadapi. Antara satu pasangan pasti lah memiliki kehendak sehingga tidak jarang berseberangan dengan pasangan yang lain. Malahan antarpasangan pun pasti ada perbedaan kebiasaan dan pandangan sehingga benturan benturan pasti akan terjadi.Â
Itulah mengapa sebaiknya berpisah dari orang tua atau mertua. Bukan karena tidak menyanyangi keduanya. Tetapi lebih dikarenakan kemandirian antar pasangan yang harus ditanam agar kelak dapat membesarkan anak anak yang mandiri.Â
Saya dan suami pada awal menikah memutuskan untuk mengontrak. Tetapi setelah 1 thn kami kehabisan uang sehingga harus bertahan sementara di rumah orang tua. Bukan pertimbangan yang mudah saat itu. Apalagi suami sedang jobless dan saya sedang hamil tua. Atas dasar perdebatan panjang kamipun mengalah dengan tawaran orang tua yang bersedia 'menampung' kami. Beraaaatt rasanya.Â
Saat bersama orang tua, suami tentu riskan. Tidak bebas dan merasa sungkan. Apalagi perasaan 'lanang kok melok morotuo' juga ada. Sehingga awal2 numpang di rumah orang tua kami lalui dengan banyak diam. Suami memendam rasa begitupun saya. Perasaan campur aduk. Apalagi jika tiba saat berbeda pendapat. Sulit sekali mengungkapkan perasaan. Keluar kamar harus nampak tidak ada apa2. Tapi saat masuk kamar melihat pun enggan. Sehingga tidak jarang kami marahan dalam waktu yang lumayan lama. Berbeda saat ngontrak dulu. Yang apa2 cenderung lebih cepat selesai karena komunikasi kami tidak perlu ditutupi dari siapapun dan tidak perlu ada kepura puraan.Â
Tiba saat giliran mertua pindah ke daerah yang sama. Mertua ingin kami ikut 'numpang' beliau. Alasan sebagai orang tua dari pihak lelaki menjadi alasan utama. Kegalauan lain muncul. Mulai dari bagaimana menjelaskan kepada orang tua dan bagaimana bayi yang baru berusia 1 tahun beradaptasi.Â
Perbincangan dengn suami pun masih terasa alot. Akhirnya yang terjadi harus mengorbankan anak. Kalau malam ia tidur di rumah nenek yang satu. Pagi harinya ia dititipkan ke nenek satunya lagi karena emaknya punya aktivitas di luar. Begitu setiap harinya.Â
Suatu ketika aku pun berpikir, betapa bayiku harus mengalah demi memenuhi ego para orang dewasa. Aku dengan egoku. Suami dengan egonya dan para nenek dengan keinginannya.Â