Tingginya Angan-Angan
Apa yang paling menyenangkan dari menonton sebuah hasil, dari proses kerja yang berat, lelah. Bahkan pada beberapa waktu membuat kita hilang harapan, terlunta-lunta pupus gairah hidup.
Pada kenyataanya, kita lebih sering menjadi seseorang penonton. Angan-angan kita hanya mampu menikmati dan berandai-andai, diri ini berada pada kenikmatan itu."Seandainya  itu aku",Â
"Andai,,,, Aku juga bisa merasakan yang dia rasakan",
"Betapa mujur Nasibnya, berada dalam keadaan yang semenyenangkan itu!".
Itulah juga kita, mungkin pada jeda dalam waktu. Sesaat, terjebak pada keadaan demikian. Tanpa pernah merasakan apa yang telah orang lain lakukan untuk menjemput kesuksesannya. Lantas bagaimana dengan diri kita? Kita terlalu sering distraction, dengan keadaan yang semudah ini, di jaman yang serba modern. Media sosial benar-benar mampu melenakan kita. Hanyut, terombang-ambing di media sosial. Jari-jari kita terus kecanduan  menggulirkan status-status, bahkan untuk orang yang tidak dikenali. Kita jadi begitu peduli memantau perkembangannya. Mengagumi banyak postingan yang entah datang dari mana saja, kita seolah rakus dan candu. Disinilah kita, melupakan diri kita sendiri.
Mewujudkan Mimpi
Kita pasti tidak ingin berlama-lama menikmati mimpi. Bagaimanapun nikmadnya sebuah angan. Nyatanya kehidupan, memaksa kita untuk sadar. Berkaca ke diri sendiri, apakah kita layak dengan sebuah hasil yang kita dambakan?
Dalam mewujudkan impian, kita diwajibkan untuk sadar. Kemudian memantapkan hati kepada apa yang kita sukai. Asah kemampuan diri, sebab para juara sesungguhnya. Mereka terlahir dari kecintaan mereka pada bidang tertentu.
Cintai prosesnya, sebab banyak juga yang menyerah pada proses. Merasa kalah terlebih dahulu sebab lelah menunggu hasil. Dalam sebuah proses, rasa sabar dibutuhkan. Sabar bukan dalam arti berpangku tangan. Tapi sabar dalam pandangan Islam, sabar juga dimaknai proses yang terus bergerak, memperbaiki suatu hal/keadaan dengan lebih baik. Bisa juga dimaknai dengan tekun.
Negara, 28 Juni 2019