Ketika hendak memberikan PR, seorang siswa dari arah belakang tiba-tiba berseru nyaring, "Bu, jangan kasih kami PR lagi, Bu!"
"Iya, Bu. Hari ini aja sudah ada tiga guru bidang studi yang ngasih PR dan harus selesai minggu ini! Banyak pula tuh, Bu!" Siswa lain pun turut mengamini.
"Iya, Bu! Please! Kasihanilah kami!"
Sejak dulu PR merupakan momok yang menakutkan bagi siswa. Kalau kebijakan PR dihapus, pastilah para siswa kesenangan luar biasa karena penderitaan mereka berakhir.
Saya iseng-iseng membuat polling pada story akun Instagram saya dan hasilnya seperti ini.
Sebagian besar yang menjawab adalah para siswa yang dulu pernah saya ajar. Dari hasil polling tersebut, ternyata ada beberapa siswa yang kurang setuju bila kebijakan PR dihapus. Mereka beralasan bahwa PR membantu mereka untuk mengulang kembali materi yang telah dipelajari.
Agaknya saya juga kurang setuju bila kebijakan itu dihapuskan. Kalau soal ingin menambahkan pendidikan karakter, sebenarnya PR pun bisa dijadikan semacam media untuk pengembangan karakter siswa.
Pertama, tanggung jawab. PR melatih siswa untuk bertanggung jawab pada tugas yang diberikan. Hal ini berguna bagi siswa yang kelak akan terjun ke kehidupan sosial yang lebih luas, seperti dalam dunia pekerjaan, organisasi, dan kehidupan sosial lainnya. Anak-anak harus sedini mungkin dibiasakan untuk bertanggung jawab pada tugas yang diberikan.
Kedua, kerja sama, terkhusus PR yang dikerjakan secara berkelompok. Siswa yang kurang paham suatu pelajaran bisa bertanya pada temannya yang lebih memahami pelajaran tersebut.