Mohon tunggu...
Frita Annisa Reina Azis
Frita Annisa Reina Azis Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Si Mungil yang Istimewa

10 Februari 2019   07:34 Diperbarui: 10 Februari 2019   07:46 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu anugerah terindah. Tatkala masih berada di dunia lain, kehadirannya menjadi misteri. Misteri yang selalu diduga duga oleh orang dewasa. Dan, usaha seorang bidadari tanpa sayap membuatnya ada. Ya, jika tidak ada sesosok bidadari tanpa sayap itu kehadirannya dimuka bumi ini akan nihil. 

Terkadang, nyawanya dipertaruhkan disini. Pengorbanan nyawanya seketika terbayar tatkala mendengar suara yang nyaring itu. Tangis haru, bahagia dan sukacita menyambutnya.  Dialah sang buah hati.

Ketika dilahirkan, keadaannya sangat tak berdaya. Hanya bisa menangis, menangis dan menangis. Namun, tangisannya ini membuat si bidadari tak bersayap ini merekahkan senyumannya. Membelai lembut anggota tubuh yang masih hangat. Dengan sabarnya, bidadari tak bersayap itu memberi sebuah asupan kepada si mungl itu. 

Tak peduli dirinya belum memasukan nutrisi ke dalam tubuhnya, terpenting si mungil itu bisa mendapatkan nutrisi dengan baik. Ia ajarkan sebutan "Bunda". Ia ajarkan frasa frasa lainnya terhadap si mungil. Bahkan ia ajarkan tatakrama demi membekali si mungil guna mengemban kehidupan ini. 

Ia mengajarkan si mungil begitu sabarnya. Inilah yang dikela sebagai hak hak istimewa. Sebuah hadiah dari kedua orang dewasa. Menurut John Locke, ketika bayi dilahirkan dia seperti kertas kosong. Hal ini menunjukkan bahwa peran orangtua terhadap perkembangan anak sangatlah berpengaruh. Baik buruknya orangtua, mereka mendidik dan merawat anak dengan penuh kasih sayang.

Namun, ketika si mungil ini bermetamorfosis menjadi dewasa, berkuranglah satu persatu hak-hak istimewa itu. Hak haknya kini bermimikri menjadi kewajiban. Kewajiban. Ya, kewajiban si dewasa yang harus ia bayarkan tatkala masa menjadi si mungil habis. 

Dalam Qs. Luqman ayat 14 disana dikatakan bahwa, " .. kami memerintah kepada manusia untuk berbakti kepada orangtua, ibu yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan menyampihnya dalam dua tahun .." Dalam potongan ayat tersebut dikatakan bahwa betapa pentingnya berbakti kepada kedua orangtua. Mengingat jasa mereka yang begitu besar. Apalagi, seorang bidadari tak bersayap itu rela menukar nyawanya demi keselamatan si mungil.

Betapa pentingnya berbakti kepada orangtua. Menuruti perintahnya pun terbilang wajib.  Seperti halnya terjadi efek fotolistrik, kemampuan untuk melepaskan elektron itu tergantung dari besarnya energi foton yang timbul. Semakin besar energi foton dibanding fungsi kerja logam, maka semakin besar peluang terjadinya Efek fotolistrik.

Ketika kewajiban yang dilakukan itu lebih banyak dibanding hak hak yang diberikan, dan kita melaksanaknanya, maka itulah salah satu besar peluangnya membahagiakan orangtua. Tapi tak penutup kemungkinan kita untuk mengadopsi hak tersebut, namun apa salahnya membahagiakan kedua orangtua dengan membahagiakannya dimasa masa tersulitnya. 

Karena pada dasarnya anak merupakan titipan dari sang maha kuasa yang mana harus di rawat dan di didik dengan benar oleh orang yang di beri amanah itu. Kita sebagai titipan Tuhan, lantas tak membuat besar hati kepada orangtua dengan memperlakukannya dengan semena mena. Apa salahnya membuat mereka tersenyum tatkala melihat perlakuan kita yang selalu mengistimewakannya. Kewajiban istimewa. Itulah mungkin yang bisa memajaskannya.

Masa masa si mungil dilahirkan, tugas orang dewasa adalah memberikannya asupan hak hak guna melaksanakan kewajibannya sebagai orangtua. Namun, ketika si mungil ini bermetamorfosis menjadi dewasa, disinilah masa dimana sebuah kewajiban itu menendang hak hak yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun