Negara Indonesia  dikenal sebagai negara hukum yang berasaskan Pancasila, memiliki sistem hukum yang kompleks dan terus berkembang seiring berjalannya waktu, meski rata-rata pada pandangan warga masyarakatnya sendiri hukum di Indonesia terlihat masih berjalan ditempat dan ketegasannya semakin terkikis.
Dari sabang sampai Merauke, hukum hadir sebagai pilar utama untuk menjaga ketertiban, keadilan, dan kepastian dalam kehidupan bermasyarakat. sistem hukum Indonesia sendiri menganut prinsip civil law dengan pengaruh kuat dari hukum adat dan hukum islam, menciptakan keragaman yang unik namun juga penuh tantangan dalam penerapannya.
Adapun tujuan mulia hukum di Indonesai yang mendasar yakni; mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan, mulai dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga berbagai undang-undang sektoral yang mengatur berbagai aspek kehidupan. Ada banyak harapan besar yang digantungkan pada sistem hukum ini, mulai dari pemberantasan korupsi, perlindungan HAM, hingga penyelesaian sengketa yang adil dan transparan.
Namun, realitas dilapangan tidak selalu sejalan dengan cita-cita tersebut. Berbagai isu dan tantangan terus membayangi penegakkan hukum di Indonesia, seperti masih tingginya praktik korupsi, kurangnya akuntabilitas aparat penegak hukum, lambatnya proses peradilan, dan akses terhadap keadilan yang belum merata. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan dibenak masyarakat: Apakah hukum benar-benar adil bagi semua?
Contoh Kasus Yang Belum Terselesaikan Secara Adil: Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu
Salah satu contoh paling mencolok dari tantangan dalam penegakkan hukum yang berkeadilan adalah penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di masa lalu. Sejak  reformasi bergulir pada 1998, kasus untuk mengungkap kebenaran dan menuntaskan kasus-kasus seperti tragedi 1965, Semanggi I dan II, atau Talangsari, seringkali terganjal berbagai kendala.
Ambil contoh Tragedi 1965-1966. Hingga saat ini, para korban dan keluarga korban masih menanti kejelasan dan keadilan. Meskipun Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan penyelidikan  dan menyatakan adanya pelanggaran HAM berat, tindak lanjut hukum melalui mekanisme peradilan pidana seringkali menemui jalan buntu. Pengadilan HAM ad hoc yang diharapkan dapat mengadili para pelaku belum juga terealisasi secara efektif. Akibatnya, jutaan korban dan keluarga mereka hidup pada ketidakpastian, tanpa pengakuan resmi atas penderitaan yang mereka alami, apalagi pemulihan yang komperehensif.
Kasus-kasus ini menyoroti beberapa kelemahan dalam sistem hukum Indonesia :
- Impunitas: Kurangnya akuntabilitas dan hukuman bagi pelaku pelanggaran HAM berat di masa lalu menciptakan kesan impunitas, yaitu kebal hukum.
- Intervensi Politik : Proses hukum seringkali terhambat oleh faktor politik dan kurangnya kemauan politik dari pihak berwenang.
- Ketiadaan mekanisme komprehensif : Belum ada mekanisme yang efektif dan komprehensif untuk penyelesaian kasus HAM berat, termasuk pengungkapan kebenaran, keadilan restoratif, dan pemulihan bagi korban.
Kasus Tragedi 1965-1966 dan kasus-kasus HAM berat lainnya menjadi pengingat pahit bahwa perjalanan Indonesia menuju negara hukum yang berkeadilan sejati masih panjang. Butuh komitmen kuat dari  seluruh elemen bangsa, mulai dari pemerintah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa hukum tidak hanya tegak diatas kertas, tetapi juga benar-benar dirasakan keadilannya oleh setiap warga negara.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI