Dari mana datangnya persepsi? Persepsi berawal dari stimulus atau rangsangan pancaindera manusia terkait pernyataan seseorang. Dalam hal ini, Permendikbudristek No. 30 tahun 2021 tentang "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi yang menuai pro dan kontra di dalam ruang publik.
Keberadaan ruang publik dengan semangat demokrasi dapat memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk berpendapat, berkomentar, berekspresi, dan mencari cara-cara penyelesaian masalah (problem solving).
Problem solving yang ditawarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim adalah mencegah dan menangani masalah pelecehan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi.
Mengapa Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 hanya ditujukan kepada lingkungan Perguruan Tinggi?
Karena Perguruan Tinggi dengan jargon "Merdeka Belajar" memungkinkan adanya pelecehan seksual. Mengingat perkembangan Ilmu Pengetahun dan Teknologi (IPTEK) sudah menjalari setiap sendi kehidupan mahasiswa.
Berangkat dari sini, sebagian besar masyarakat berpendapat bahwasannya Permendikbudristek ini seolah-olah melegalkan perzinahan di luar nikah.
Konsep atau diskursus ini tentunya berangkat dari persepsi. Tergantung setiap orang mau mengkaji dari sudut mana pun. Akan tetapi, saya berusaha untuk melihat dari sudut humanistik.
Apa itu humanistik? Humanistik adalah ilmu yang mempelajari atau berkaitan dengan kehidupan manusia itu sendiri.
Manusia ada (being) karena ada tujuan. Tujuan dari kehidupan manusia adalah menciptakan iklim kehidupan yang aman dan damai bagi setiap orang.
Etika dan Moral Sebagai Jembatan Komunikasi yang Komprehensif antara Kemendikbudristek dan Mahasiswa