Durasi puasa 12-13 dalam sehari adalah waktu yang sangat lama. Perut pun tak bisa dikompromi. Tapi demi menjernihkan batin, setiap orang yang menjalaninya pasti punyai trik dan cara untuk mengakalinya.
Menu berbuka puasa bagi sebagian orang pasti yang wow dan super keren. Tetapi bagi mahasiswa, makan mie instan saja sudah menjadi berkat.
Kenikmatan di balik Mie instan membawa berkat bagi tubuh dan jiwa untuk kembali menjalani puasa. Manfaat makan Mie instan adalah untuk melatih totalitas dalam menjalani puasa.Â
Di sini bukan jalan untuk menyiksa diri ya. Apalagi sebagai jalan kontemplasi para Nabi zaman dulu di gua-gua Qumbran. Melainkan ini sebagai jalan survival atau kemampuan untuk bertahan dalam situasi situasi.
Ibarat seorang ABRI di medan perang, ia harus bertahan dalam hal apapun. Senada makanan Mie instan adalah soluti tepat dan efektif untuk menggajal perut.
Kenikmatan Mie instan juga menghadirkan rasa syukur yang tidak pernah berkurang dari menu lainnya. Bagi sebagian orang ide ini pasti sudah biasa. Dan bukan luar biasa yang diminta oleh Kompasiana. Tapi, bukankah menulis dengan sudut pandang yang berbeda itu unik?
Saya yakin pasti sebagian kecil Kompasianer yang mengulik menu Mie instan di tantangan hari ini. Tapi bagi saya selagi bisa masuk akal sehat, kenapa tidak dicoba untuk menulis dari sudut yang sederhana ini.
Cara pengolahannya pun tak perlu butuh teori yang berbelit-belit. Karena di mana ada air panas, di situ mie instan pun jadi siap untuk disajikan. Hal praktis dan efektif dalam membangun jiwa bertarung di manapun.
Jiwa bertahan membangkitkan semangat dan motivasi untuk terus menjalani sesuatu dengan sepenuh hati. Totalitas terkesan sulit, namun akan menjadi mudah bila dijiwai dengan hati yang jernih. Karena semua makanan itu baik untuk kesehatan. Bila makanan tak memberikan value atau nila bagi tubuh, tak mungkin pemerintah mengeluarkan izin untuk memproduksi barang tersebut.