"Lebih dari 6 tahun kami tak menanam padi karena focus ke komoditas pertanian lain yang harganya sedang baik, namun semenjak isu COVID19 merebak, pasokan beras ke desa kami agak terhambat, hingga harganya melambung tinggi. Hal itu menyadarkan kami untuk kembali turun ke ladang menanam padi, agar stok makanan kami terjamin dan bersiap hadapi dampak COVID19 seandainya tak juga berlalu" kata Afrison Sekretasis Desa (Sekdes) Lubuk Mentilin.
Desa Lubuk Mentilin Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, terletak disebelah timur kabupaten Merangin, wilayahnya dikelilingi hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Untuk menuju kesana, kita akan melalui jalan yang berkelok, dengan pendakian dan penurunan yang cukup ekstrim.Â
Berjarak sekitar 140 km dari Kota Bangko (Ibu Kota Kabupaten), byang 30 km dintaranya hanya bisa dilalui kendaraan bergardan ganda, dan menjadi sulit diakses ketika musim penghujan tiba, karena jalan yang menjadi becek, licin, dan lobang-lobang yang cukup dalam.
Ada beragam tanaman yang dibudayakan masyarakat di Desa Lubuk Mentilin, seperti kopi, kayu manis, padi ladang, dan berbagai tanaman palawija. Namun, sejak 10 tahun terakhir komoditas kopi menjadi pilihan utama masyarakat dalam budi daya pertanian untuk menopang perekonomian rumah tangga. Menurut Afrison pilihan ini cukup tepat, mengingat letak desa mereka cukup jauh dari kota, dengan akses yang sulit dijangkau.
"Kendaraan yang hilir mudik didesa kami untuk mengangkut hasil pertanian umumnya kendaraan bergardan ganda, beberapa harus dimodivikasi agar tangguh menghadapi medan ekstrim. Sehingga sekali angkut tidak bisa banyak, karena kalo terlalu banyak seringkali tak sanggup naik dipendakian atau terbenam dilumpur saat jalan lagi benar-benar bonyok" kata Afrison
"Kalau kopi ini kan tahan lama, asal dia sudah dijemur kering, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun disimpan pun nggak masalah, sehingga kita bisa menjualnya kapan saja. Bayangkan jika yang kita kembangkan tamanan yang hari itu dipanen hari itu juga harus segera jual karena jika dibiarkan 2 atau 3 hari sudah membusuk. Sementara akses ke pasar tidak dijamin lancer, tentu ini akan menyulitkan" lanjut Afrison.
Harga kopi akhir-akhir ini cukup menarik sehingga aktivitas pertanian masyarakat sangat terfokus ke kopi. Beberapa tetap melakukan buidaya tanaman lain seperti sayuran dalam jumlah terbatas, untuk kebutuhan pribadi fan menambah pendapatan. Namun budi daya padi mulai ditinggalkan, dan kebutuhan beras dari masyarakat mengandalkan pasokan dari luar.
Sejak muncul isu COVID19, pasokan beras ke desa agak tersendat dan harganya menjadi tinggi. Masyarakat juga mulai khawatir, jika masalah COVID19 tak kunjung selesai maka, maka pasokan beras akan semakin sulit dan harga semakin tinggi. Dari sanalah masyarakat mulai berpikir untuk kembali menamam padi.
Menurut Afrison, selain kopi komoditas lain yang hargnya sedang bagus saat ini adalah kayu manis. Banyak masyarakat yang mulai menebang kebun kayu manisnya untuk dipanen. Lahan-lahan bekas kebun kayu manis inilah yang banyak dijadikan lahan budidaya tanaman padi.
"Kami berharap, dengan kembalinya masyarakat ke ladang untuk menanam padi, kebutuhan beras bagi masyarakat bisa terpenuhi. Dan ketahanan pangan  bisa dijamin, sehingga tidak terlalu khawatir, jika masalah COVID19 belum selesai dan menghambat pasokan pangan ke desa kami" kata Afrison.