Mohon tunggu...
Aprilia Eka Subekti
Aprilia Eka Subekti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Nagara Dana Rakca, Cakti Buddhi Bakti.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Salam Hangat, Nagara Dana Rakca! (Catatan Singkat dari Kampus Ali…)

9 Januari 2015   23:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:27 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebelum “menjelajahi” catatan kecil ini, dengan riang gembira saya ingin “memamerkan” identitas saya saat ini. “Memamerkan” dengan bangga, begitulah tepatnya. Saya adalah salah satu mahasiswa aktif di Kampus pencetak abdi negara, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Saya bukan aktifis berkaliber tinggi, baik di dalam maupun luar kampus. Saya juga bukan sosok yang berpengaruh di ranah politik kampus. Saya hanya senang menanggapi sesuatu yang ada di kampus melalui ketikan jari-jari saya.

Beberapa jam yang lalu, seorang kawan di kampus sedang tercengang membaca postingan salah satu kompasioner di jagat dunia maya. Ketika membaca judul postingan tersebut, jujur saya tertarik dengan pembahasan yang akan dihadirkan. “Strategi Presiden Jokowi Berantas Mafia Pajak setelah Mafia Migas” postingan yang tak buruk, pikir saya. Sayangnya, semakin menelisik ke tengah, semakin terbahak-bahak saya membacanya.

Lagi dan lagi, saya menemukan postingan nyeleneh nan semprul yangsedikit menghilangkan respek. Saya bisa jadi tak kenal dengan si penulis yang menjuluki dirinya sebagai “Mother of The Words” itu. Namun, saya merasa tetap berhak menuliskan catatan singkat ini.

Entah berapa orang yang telah “melempar” paksa cap hitam pada kampus saya, sejujurnya saya sudah gerah untuk mengungkit-ungkit problema suram para alumnus. Prinsip saya hanya satu, kini saatnya kami (baca: Seluruh Mahasiswa STAN) mengubah yang suram-suram itu

Sekarang, biarkan saya sedikit bersafaat, kawan. Sebagai bagian dari civitas akademika Kampus STAN, saya agak terganggu dengan istilah “jaringan korupsi di STAN” yang ditulis si kompasioner. Ia menuliskan dengan jelas  bahwa jaringan korupsi di Instansi perpajakan bisa terintis sejak masih menjadi mahasiswa di STAN, karena belajar korupsi sudah diajarkan sejak masuk sekolah pajak STAN. Argumen sesat, kata saya. Sesat karena jelas-jelas tak ada institusi manapun yang mengajarkan keburukan (baca:korupsi) pada anak didiknya, apalagi STAN. Sejauh saya menempuh pendidikan di Kampus berjuluk Ali Wardhana ini, saya tak pernah diajari Principle sampai Intermediet of Corruption. Saya yakin kawan-kawan di spesialisasi Perpajakan pun tak pernah diajari Pengantar Hukum Perkorupsian, yang ada malah Pengantar Hukum Perpajakan.

Bicara masalah sistem, STAN sendiri menerapkan sistem perkuliahan yang makin hari bisa dibilang makin ketat. Menyontek saat ujian sama dengan Drop Out. Bahkan, batas maksimal ketidakhadiran perkuliahan hanya 3 kali per mata kuliah, lebih dari itu tidak diperbolehkan ujian, tidak ikut ujian berarti Drop Out. Kejam? Saya rasa kampus sangat sadar bahwa penyontek adalah bibit koruptor, makanya harus segera dibasmi dari kampus sejak dini. Di sisi lain, kami sadar telah disekolahkan rakyat, makanya wajib untuk tertib kuliah sampai-sampai hanya boleh tidak datang kuliah 3 kali per semester.

Sebagai tambahan, gerakan antikorupsi di Kampus STAN juga makin gencar dilancarkan. Mahasiswa sendiri sering sekali mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk memupuk semangat antikorupsi, seperti serangkaian kegiatan “Semangat anti Korupsi” baru-baru ini.  STAN juga punya SPEAK (Spesialisasi Anti Korupsi), salah satu Unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di ranah antikorupsi. Disini peran alumni-alumni yang pernah tergabung di SPEAK bukan untuk mengajari korupsi, tetapi justru untuk memperingatkan generasi dibawahnya bahwa setiap lahan-lahan basah bukan untuk dinikmati. Tidak bermaksud meninggi-ninggikan, reputasi SPEAK sendiri bahkan sudah diakui KPK. Jadi nampaknya, si kompasioner itu perlu main-main ke KPK dulu sebelum menulis artikel mafia pajaknya.

Di sisi lain, saya pun harus menegaskan bahwa Kampus STAN bisa dibilang mati-matian mendidik para calon punggawa keuangan negara yang berintegritas. Beberapa waktu lalu, kampus memiliki serangkaian program character development program yang saya rasa menjadi bagian dari usaha tersebut. Sejak masih mengikuti Dinamika (sebutan untuk acara orientasi mahasiswa baru), nilai-nilai integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan pun sudah diakrabkan di telinga saya.

Saya masih ingat perkataan yang selalu diucapkan oleh dosen perpajakan saya, tugas masa depan mahasiswa STAN bukan sekadar sebagai abdi negara, tetapi penjaga keuangan negara. Dalam kamus saya, hal tersebut bukan sebatas pada pencapaian target pajak semata, tetapi juga pada implementasi administratif hukum-hukum keuangan negara. Andai pun ada undang-undang pajak maupun keuangan negara yang merugikan, kami lah yang akan memperbaikinya esok. Meminjam makna Cakti Buddhi Bhakti, dengan segala kekuatan, tenaga, dan fikiran dan dengan budi yang luhur, kami akan berbakti kepada Negara.

Melalui catatan ini, jelas saya sangat menertawakan postingan si kompasioner yang terus mengaku ulung. Besar harapan saya kepada khalayak untuk memandang setiap permasalahan yang ada di negeri ini dari banyak dimensi, karena menarik kesimpulan hanya dari satu dimensi merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan sampai kapanpun. Untuk seluruh kawan-kawanku dimanapun kalian berada, mari kita buktikan bahwa kita memang benar-benar Nagara Dhana Rakca!

Salam Hangat, Nagara Dana Rakca!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun