Mohon tunggu...
Sosbud

"Parallel Session" Comicos Fisip UAJY 2017

24 November 2017   09:14 Diperbarui: 24 November 2017   09:35 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat seminggu yang lalu, saya mengikuti Parallel Session yang diadakan oleh COMICOS FISIP UAJY 2017. Acara Parallel Session berisikan peserta dari beberapa universitas di Indonesia. Peserta yang mengikuti lomba tersebut adalah dosen- dosen dari beberapa universitas di Indonesia. Peserta mengikuti lomba membuat penelitian. Peserta yang presentasi di kelas penulis adalah peserta dari Universitas Widya Mandala Surabaya, Universitas Diponegoro Semarang, dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Sebenarnya ada beberapa peserta dari universitas lain, namun peserta tersebut berhalangan hadir sehingga yang presentasi di kelas penulis hanya dari 3 universitas.

Peserta pertama datang dari Universitas Widya Mandala Surabaya yang mempresentasikan hasil penelitian  mereka mengenai perempuan Indonesia dalam refleksi etis. Peneliti pertama- tama menjelaskan tentang gambaran orang Indonesia di internet dan muncullah gambaran perempuan Indonesia, ada yang berkerudung, warga keturunan, wanita karir, Kongres Perempuan Indonesia, dan masih banyak lagi. Peserta tertarik memilih topik perempuan Indonesia di mata internasional dalam hal kontes kecantikan Internasional. 

Di dalam penelitian tersebut terdapat beberapa sub-topik antara lain teknologi, terorisme, budaya, olah raga, ekonomi (MEA), sosial politik, dll. Di dalam sub-topik ini peneliti ingin melihat bagaimana perempuan tidak lagi berada hanya di lingkungan nasional tetapi mulai merambah ke dunia internasional di dunia kecantikan. Peneliti menggunakan teori Poskolonial. Metode penelitian memakai metode reception analysis yang dibagi menjadi 3 yaitu dominan hidroponik, negosiasi, dan oposisi. 

Dominan hidroponik menjelaskan bahwa dalam penelitian reception analysiskita sebagai satuan dari masyarakat berinteraksi dan bertumbuh kembang dengan media. Media tidak lagi dilihat sebagai medium satu arah tetapi ada interaksi antara masyarakat dan media sehingga bisa mencari identitas ke-Indonesiaan yang tidak lepas dari bagaimana interaksi perempuan dengan media. 

Peserta memilih menggunakan metode penelitian kualitatif yang memang sangat subjektif dimana pemilihan informan pasti menghasilkan hasil yang berbeda, namun untuk menurangi bias subjektivitas dengan updatedi facebook dan menawarkan siapa yang tertarik menjadi informan, untuk menjadi informan ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi yaitu informan haruslah orang Indonesia dimanapun ia berada, peserta berusaha mencari keberagaman agama, usia, pendidikan, dll, dan mencari informan orang Indonesia tapi tinggal di luar negeri dan masih memakai KTP Indonesia. 

Hasil yang didapat ada 3 sub-analisis yaitu pembacaan dominan hidroponik yaitu dominasi budaya barat seakan mengukur kesadaran perempuan Indonesia bahwa karakter khas ke-timuran yang asli milik Indonesia telah banyak dinegosiasikan dalam dimensi global. Informan disini setuju bahwa perempuan Indonesia harus mengikuti kontestasi internasional agar bisa setara. Kesetaraan dikejar agar membuktikan bahwa Indonesia bukan negara berkembang, bukan negara dunia ketiga.

Peserta kedua datangnya dari Universitas Diponegoro Semarang yang mempresentasikan hasil riset mengenai siapa yang akan terterpa terhadap fake news. Fake newssaat ini adalah sesuattu yang banyak dibicarakan. Ini dimulai pada masa kampanye politik dalam pemilihan presiden dan gubernur. Banyak isu mengenai informasi yang tidak benar secara factual. Role dari media online saat ini sangat besar, ini menjadi platform yang cukup kuat untuk menyebarkan dan menjangkau lebih luas. 

Yang menjadi masalah mendasar dari fake newsadalah ketika audiens tidak bisa membedakan, mana berita yang benar sesuai fakta dan hanya berita palsu. Ini menjadi sangat krusial karena dalam dunia akademisi saat kita berbicara tentang literasi media karena kita akan menjadi tahu siapa saja yang memiliki kerentanan dan terkena dampak fake news.

Tujuan utama adalah melakukan profiling di daerah sekita Universitas Diponegoro. Kondisi yang membuat fake newsmenjadi sangat luas adalah kondisi yang memiliki kompleksitas yang cukup besar karena media sosial ikut serta dalam menambah informasi. Bukan hanya pengguna yang mengubah perilaku tapi pembaca juga mengubah perilaku. 

Menentukan berita itu tergantung dari pembaca, bagaimana pembaca memiliki kredibilitas. Kredibilitas juga bisa dikaitkan dengan age group. Di umur- umur tertentu seseorang sudah dapat membedakan berita tersebut. Yang paling rentan terkena fake newsadalah rentang umur 15 -- 40 tahun lebih mudah terterpa fake news.Televisi menjadi lebih dipercaya ketimbang media sosial. Riset ini bertujuan untuk sebisa mungkin menyaarkan age groupdan memberikan pengetahuan seperti apa melakukan penerimaan terhadap kredibilitas fake news.

Peserta ketiga Universitas Gajah Mada Yogyakarta yang melakukan riset mengenai celebrity micro and self presentation. Beliau berfokus pada konten video. Objek yang diteliti adalah Karin Novilda, seorang celebrity microyang kontroversial. Karin Novilda banyak menyaikan video dengan konteks yang berbeda. Celebrity microawalnya muncul pada tahun 2008. Celebrity micromempunyai kuasa atas merk dan informasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun