Kecintaan dan pengabdian Agus Susanto (41) pada dunia tari terus menyala. Ia memadukan seni rupa dan seni tari untuk berkreasi membuat garapan tari. Semangat dan kerja kerasnya selama ini sudah terbayar. Namun, Agus tidak pernah berhenti untuk berkarya.
Agus memadukan seni rupa dan seni tari sejak ia lolos seleksi sebagai pelatih tari di Sanggar Natya Lakshita yang dipimpin Didik Nini Thowok selama dua tahun (2002−2003, seorang penari terkenal yang berasal dari Yogyakarta. Mulai saat itu, Agus semakin menggeluti hobi sekaligus pekerjaannya. Bekal yang ia miliki adalah menggambar, melukis, dan menari. Agus tidak mengira ia bisa lolos seleksi menjadi asistent Didik Nini Thowok dan mengalahkan banyak peserta yang berasal dari jurusan tari. Akan tetapi, ia optimis bisa dan tetap berusaha.
“Saya sangat senang sekali karena saya dapat menjadi orang yang bisa dipercaya Mas Didik sebagai pendampingnya dalam berkarya. Banyak yang berasal dari jurusan tari, tetapi kenapa saya yang berasal dari jurusan seni rupa yang diterima Mas Didik? Saya bertanya dalam hati. Kata Mas Didik bekal seni rupa saya bisa dipadukan dalam seni tari; mulai dari merias wajah diandaikan menggambar saja, mendesain kostum mulai dari menentukan bentuk dan warna yang sesuai dengan tarinya. Hal ini yang memotivasi saya bahwa saya bisa berkreasi,” katanya.
Agus Susanto adalah seorang guru seni rupa di SDN Badran Yogyakarta selama 16 tahun. Tahun 2016 sampai sekarang, Agus mengajar seni rupa di SDN Sosrowijayan Yogyakarta. Ia tidak hanya mengajar seni rupa di sana, tetapi menjadi guru tari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta sejak tahun 2006 sampai sekarang. Ia tidak pernah memperhitungkan berapa rupiah yang ia dapatkan dari hasil kerjanya sebagai pelatih tari yang tidak seberapa, tetapi ia memperhitungkan berapa ilmu yang dapat ia berikan kepada generasi muda mengenai seni tari; mulai dari tari klasik sampai tari kreasi garapan yang ia peroleh dari Didik Nini Thowok maupun tari garapan yang ia ciptakan sendiri. Berkat kecintaannya terhadap tari dan kegigihannya mengajar dengan ‘cinta’, Agus mendapatkan royalti yang sepadan.
Dalam penciptaan tari kreasi baru, Agus selalu mendesain baju atau kostum tari tersebut sendiri; warna apa yang sesuai untuk tariannya, warna make up apa untuk paras penari yang sesuai dengan tarian itu, dan properti apa yang sesuai untuk tarian tersebut. Semua serba ide sendiri dengan cara memadukan seni rupa dan seni tari yang ia miliki. “Syukurilah talenta yang Tuhan berikan kepada kita dan kembangkanlah dengan positif,” sepenggal kalimat yang Agus sampaikan.
Agus telah diakui beberapa instansi di Yogyakarta karena keberhasilannya, khususnya Universitas Sanata Dharma yang namanya telah dikumandangkan berkat seni tarinya yang mampu bersaing dengan universitas-universitas jurusan tari di Yogyakarta. Walaupun demikian, Agus tetap merundukkan kepala. “Jadilah seperti padi, semakin tua semakin berisi dan menguning tetapi semakin merunduk; walaupun sudah berhasil jangan sombong dan tetap rendah hati,” pesannya.