Mohon tunggu...
Fransisca Asri
Fransisca Asri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Saya, seorang perempuan biasa yang sedang belajar menulis. Menulis apa? Apa saja yang saya rasa menarik untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membantu Anak Kelas Satu SD Belajar

21 Maret 2013   09:33 Diperbarui: 4 April 2017   16:31 36791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Horee,..anakku diterima di SD favorit!   Setelah dua tahun menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak dan menjalani tes masuk SD yang lumayan ajaib untuk anak seusianya, patut disyukuri bila anak kita diterima di SD favorit pilihan orang tuanya.

Betapa tidak. Saat ini untuk masuk SD saja banyak sekolah, rata-rata sekolah swasta favorit, yang mensyaratkan tes masuk SD.

Yang biasanya diuji adalah kemampuan membaca, menulis, dan test psikologi untuk menilai kemandirian anak dan kemampuan anak dalam menerima instruksi atau bahan pengajaran.  Untuk sekolah berbasis agama, misalnya sekolah Islam seperti sekolah anakku, maka ada syarat bahwa calon murid harus hafal beberapa surat-surat pendek dalam Alquran.   Nah, karena anakku juga sekolah di TK Islam, hafalan surat Alquran sudah banyak diajarkan, sehingga tidak terlalu sulit untuk materi tersebut.

Dulu saya sempat bertanya-tanya, mengapa tes masuk SD begitu kompleksnya?   Sekolah mensyaratkan bahwa calon murid kelas 1 SD sudah harus bisa baca, tulis dan berhitung sederhana.   Padahal kurikulum PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) tidak mewajibkan pengajaran calistung pada murid-murid PAUD.   Memang disadari bahwa ada kesenjangan kurikulum antara PAUD dan SD.   Ternyata, saya baru menyadari bahwa materi pelajaran kelas 1 SD sudah sangat kompleks. Pelajaran wajib hanya enam mata pelajaran (mapel), tetapi ada lima mapel muatan lokal.  Seluruhnya ada sebelas mata pelajaran, untuk kelas satu SD.  Hebat sekali  anak sekarang.

Sudah demikian, masih ditambah lagi dengan kompleksnya pembahasan materi berikut soal-soalnya dalam buku pelajaran.  Dan kompleksitas materi ini tidak hanya satu mapel, tapi banyak!  Pantas saja sebelum masuk SD, anak sudah harus bisa baca tulis, lha pelajaran yang harus dipahami sudah demikian kompleks dan bikin pusing!  Anak sudah tak sempat lagi belajar membaca, karena begitu masuk kelas satu, anak sudah dituntut untuk bisa memahami bahan bacaannya, supaya bisa mengerjakan soal dan ulangan.  Bukan hanya membaca, tetapi murid harus paham.

Tak terbayangkan betapa jauhnya perbedaan kurikulum SD ketika zaman saya dulu.  Setiap hari saya hanya membaca ini budi-ini ibu budi-ini bapak budi-ini wati-ini iwan.   Sekarang si Budi, Wati, dan Iwan sudah berkomunikasi dalam bahasa Inggris dengan kosakata yang canggih untuk anak kelas satu!

Coba saja lihat contoh soal-soal pelajaran kelas 1 SD seperti ini:

  1. PKN (dulu kita kenal dengan PMP): Apakah yang dimaksud dengan hak? Apa sajakah hak anak? Apa yang dimaksud dengan tata tertib? (Nah lho, apa coba?)
  2. IPA: Apa yang dimaksud dengan energi? Sebutkan dua kegunaan energi angin! Apa perbedaan bentuk gerak antara komidi putar dan sepeda becak? (seriously, soal-soal ini ada dalam buku pelajaran Nindi, anak saya #pingsan)
  3. IPS: Apa artinya hidup rukun? Bagaimana bila terjadi perbedaan pendapat di dalam keluarga? (Apakah maksudnya anak harus mengatasi perbedaan pendapat kalau misalnya itu terjadi? Kadang-kadang  orang dewasa aja tidak bisa mengatasi perbedaan pendapat, apalagi anak-anak ya.)


Seandainya anda membaca contoh pertanyaan di atas,  apakah bisa menjelaskan ke anak dengan cepat apabila kita yang ditanya?  Saya saja mengernyitkan kening begitu membaca pertanyaan-pertanyaan sejenis di buku teks.  Lebih pening lagi ketika anak saya minta penjelasan.

Kadang dan sering kali saya berpikir, mengapa penyusun kurikulum di Kemendiknas mendesain kurikulum kelas satu SD semacam ini.  Apakah mereka memahami kemampuan belajar dan psikologi anak kelas satu yang rata-rata baru berumur 6-7 tahun?  Masa-masa itu seharusnya banyak diisi dengan bermain.  Tentu saja anak tetap harus diberikan pelajaran,  namun alangkah baiknya jika pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan sesuai usia mereka.  Anak akan lebih mudah meresapi bahan ajar bila  diajarkan sambil bermain dan mengenalkan lingkungannya.   Namun bila ingin menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan bagi anak seperti itu,  saya rasa tidak akan tercapai bila kurikulum mereka padatnya seperti saat ini.

Lagian, apa yang mau dicapai oleh Kemendiknas dengan membebani otak anak kelas satu dengan pelajaran yang demikian ruwet?

Tetapi bagaimanapun juga kurikulum adalam kurikulum.  Sebagai orangtua, mau tidak mau kita mengalah pada kurikulum.   Mau teriak-teriak pun tidak mungkin mengubah kurikulum yang sudah berjalan.  Mungkin nanti ya, tahun ajaran baru katanya Kemendiknas mau mengurangi mata pelajaran.  Semoga saja itu bukan sekedar isu.   Jujur saja, semua orang tua juga ingin anak mereka bisa mendapat nilai yang baik di sekolah dan berprestasi, seberat apapun beban pelajarannya.   Nah sekarang, bagaimana membantu anak supaya bisa memahami pelajarannya dengan baik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun