Mohon tunggu...
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya Mohon Tunggu... Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar

Penulis Majalah DUTA Pontianak, Ordo Fransiskan Sekuler (OFS) Regio Kalimantan, Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar, Alumni UWD Fak. Sistem Informasi (S1), dan Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang Prodi. Filsafat Keilahian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Adat Perkawinan Dayak Pesaguan (Nikah Kawin Jadi Suntung)

15 Mei 2025   06:15 Diperbarui: 14 Mei 2025   22:49 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barang-Barang Adat Dalam Nikah Kawin Jadi Suntung (Contoh: Foto Langit Malam (Sumber: Dokumen Pribadi)

Batunang Ba Anduhan (Bertunang dan Merencanakan)

Menurut Tradisi Dayak Pesaguan, menikah atau disebut juga dengan nikah kawin jadi suntung, dimulai sejak acara pertunangan (batunang ba anduhan). Menurut Raji'in, ada dua proses dalam tahap batunang ba anduhan yaitu pinang pinta, sirih lamar atau disebut sebagai meminang dan bintang parajanjian, bulan pahabayaan atau perencanaan nikah[1]. 

Pinang Pinta, Sirih Lamar (Melamar)

Acara pertunangan disebut pinang pinta', sirih lamar atau meminang[2]. Santoso menjelaskan bahwa dalam pinang pinta ada prosesi tunang anduhan yang diawali dengan pinang pinta lakar pancang, apabila kedua belah pihak, baik pihak bujang udah bantut dara dah mindan, artinya laki-laki dah dewasa sudah dianggap wajar untuk berkeluarga itu dinamakan bujang bantut. Kalau gadis yang biasa disebut dalam bahasa Dayak Pesaguan itu dara dah mindan artinya dia sudah siap untuk hidup berkeluarga[3]. Yang meminang adalah pihak pria. Biasanya dilakukan oleh orang tua atau kalangan keluarga ataupun orang lain yang ditunjuk. Markasi menuturkan bahwa orang yang ditunjuk tersebut adalah utusan yang bertugas menanyakan apakah ada tanah panobasan, kampung pangjatuan, parukai palakau mudaan, kalukup bulin dowon? (Sebagaimana Markasi menuturkan metafora meminta lahan)[4]. Yang dimaksud dalam metafora tersebut adalah anak gadis yang akan dilamar, yang sebenarnya sudah diketakui 'ada'.

Apabila pihak orang tua sang gadis menyatakan ada, maka pihak si peminang atau orang yang diutus meminta bagian. Jika pihak keluarga atau orangtua pihak sang gadis menyatakan dapat memberikan anaknya, maka acara peminangan dapat berlanjut. Untuk membuktikan kesungguhan (cakap uan pambonar, warah uan panyungguh), pihak orangtua atau keluarga sang gadis akan meminta bukti. Bukti kesungguhan ini disebut pertunangan di mana barang-barang pertunagan tersebut Santoso jelaskan sebagai mata pohat biji limat (barang bukti)[5]. Barang-barang yang dipersiapkan dalam tahap pertunangan ini tediri dari (1) mangkuk sesingkar (sebuah), (2) sebuah cincin, dan (3) kain (batik) selembar. Barang-barang ini merupakan syarat utama. Selain itu, barang lain boleh ditambah dengan sesuatu yang sifatnya tidak mengikat atau tidak merupakan keharusan. Setelah bertunangan, antara pihak laki-laki dan perempuan ini sudah punya ikatan. Mereka sudah tidak bebas lagi bergaul dengan teman-teman seperti dahulu sebelum ikatan pertunangan, sekalipun pertunangan ini belum tentu membawa mereka ke jenjang perkawinan. Namun demikian, jika mereka tidak jadi kawin atau batal kawin, akan terkena sanksi hukum yang disebut pasarakan tunang. Pasarakan tunang ini dikenakan kepada pihak yang membatalkan, dan diberikan kepada calon pasangannya itu. Besar kecilnya pasarakan tunang tergantung perjanjian yang dinyatakan pada waktu acara pertunangan. Tetapi paling besar hukuman itu sebuah tajau, dan sekecil-kecilnya sesingkar piring yang disebut kecopalan mulut pamati kata[6].

Bintang Prajanjian, Bulan Pahabayaan (Perencanaan Nikah)

Apabila pasangan tersebut sudah bertunangan, biasanya jangka waktu pernikahan mereka tidak terlalu lama. Hal ini bertujuan untuk menjaga berbagai kemungkinan, ini diungkapkan dalam metafor golak bakai pasak barubah, pating bakidar, sa ari lain burung, sa malam lain mimpi. Atau golak bisi unak mangoyit, pampang mancanggah. Istilah-istilah tersebut dapat berarti macam-macam halangan.

Menurut Santoso, tempat untuk melaksanakan pernikahan tergantung kesepakatan, baik itu di tempat pria atau di tempat wanita[7]. Biaya pernikahan biasanya ditanggung secara bersama-sama. Apabila selama proses perencanaan nikah tersebut kebetulan ada acara pesta kampung atau tentobos pasarakan tohon, maka biasanya acaranya digabung dengan tentobos dan biasanya tidak hanya satu pasang. Tentobos pasarakan tohon yang disebut juga sapat tohon sasih munsim adalah merupakan pesta rakyat yang terbuka untuk semua. Pembiayaan tentobos ditanggung oleh semua warga yang dikatakan dengan istilah : boras sagantang salawang, manuk sikur salawang, tuak sabuah salawang. Artinya tentobos pasarakan tohon adalah acara milik warga. Oleh sebab itu sebelum tentobos pasarakan tohon dilaksanakan, Demong atau yang berwewenang mengumpulkan seluruh warga yang disebut 'bakakumpul untuk merencanakan pelaksanaanya'. Pada saat itulah Demong atau yang berwewenang akan bertanya kepada seluruh warga "apakah akan ada nikah kawin- jadi suntung, pansau batunas-poti bacarang (papalit bunting), bayar niat kowol, bagunting bajombat/batinjak tanah, bacucuk batobak, ba unjang pasalin pasibur, serta anak ma angkat hulun manobos, di antara kita ini?". Jika ternyata ada salah satu acara yang ditanyakan,  maka urutan acara segera diatur. Lamanya acara tentobos tentu sangat bergantung pada banyak tidaknya acara, biasanya sampai tiga hari atau bahkan lebih[8]. Tetapi pihak yang berkepentingan, misalkan yang akan melaksanakan pesta pernikahan adat akan merasa lebih ringan dalam hal pembiayaan. Namun demikian, bagi yang mau melaksanakan acara nikah di luar acara tentobus juga diperbolehkan. Hal ini diistilahkan sebagai tajam putus-tumpul talipat. Kadang-kadang beberapa orang lebih suka melaksanakan sendiri, dan diadakan bukan pada waktu tentobos[9]. 

 

Pasorah Pesurung (Penyerahan Barang dari Pengantin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun