Kita hidup di zaman di mana berita tentang pejabat yang mendapat fasilitas mewah sudah seperti hujan di musim penghujan, datang hampir setiap hari dan tak jarang disertai banjir komentar dari publik. Mobil dinas bernilai miliaran rupiah, perjalanan dinas ke luar negeri dengan fasilitas kelas bisnis, kantor yang direnovasi layaknya hotel bintang lima, semua itu sering kita baca dan dengar. Ironisnya, di sisi lain ada jutaan guru di pelosok negeri yang masih berjuang memenuhi kebutuhan dasar dengan gaji yang bahkan tidak cukup untuk menutup biaya hidup sebulan.
Fenomena ini bukan hanya sekadar cerita lama yang diulang-ulang, tapi cermin dari prioritas negara yang terasa miring. Bagaimana mungkin pejabat yang sudah memiliki gaji tinggi dan tunjangan melimpah masih mendapat fasilitas yang membuat publik geleng kepala, sementara guru yang memegang peran kunci membangun masa depan bangsa justru diperlakukan seperti beban anggaran.
Negara yang Terlalu Murah Hati pada Pejabat, Pelit pada Guru
Salah satu hal yang paling membingungkan dalam logika kebijakan publik kita adalah keberanian menggelontorkan anggaran fantastis untuk fasilitas pejabat, tapi begitu perhitungan sampai pada gaji guru, pemerintah seolah mendadak menjadi akuntan super hemat. Kita sering mendengar alasan klasik, anggaran terbatas atau ada prioritas yang lebih mendesak. Tapi kalau ditelisik, anggaran untuk satu unit mobil dinas mewah bisa membayar gaji layak bagi puluhan guru selama setahun.
Masalahnya, pola pikir ini sudah mendarah daging. Seolah-olah pejabat adalah roda utama yang harus selalu diminyaki, sementara guru hanyalah ban cadangan yang digunakan saat darurat. Padahal, pejabat yang duduk di kursi kekuasaan hari ini adalah produk dari pendidikan yang diberikan oleh guru. Tanpa guru, tak akan ada orang yang pandai membuat kebijakan, merancang program, atau berpidato dengan percaya diri di depan publik.
Yang lebih menyedihkan, fasilitas mewah untuk pejabat sering kali tidak punya dampak langsung bagi rakyat, sementara investasi pada guru jelas memberi efek jangka panjang. Guru yang sejahtera akan punya tenaga, waktu, dan fokus untuk mengajar dengan optimal, yang pada akhirnya membentuk generasi yang lebih cerdas dan berdaya saing.
Ketimpangan yang Terlihat Sepele tapi Mematikan Arah Bangsa
Banyak orang menganggap perbandingan fasilitas pejabat dan gaji guru hanyalah masalah kecil. Padahal, dampaknya bisa menggerogoti arah pembangunan bangsa. Pendidikan adalah fondasi dari segalanya, dan guru adalah pondasi yang menopang sistem itu. Kalau pondasinya rapuh karena kesejahteraan yang diabaikan, bangunan masa depan negara akan goyah.
Lihatlah di lapangan. Ada guru honorer yang harus berangkat mengajar dengan jarak puluhan kilometer setiap hari menggunakan sepeda motor butut, bahkan kadang harus menyeberangi sungai dengan perahu sederhana. Semua dilakukan demi mengajar murid-murid di sekolah sederhana yang fasilitasnya jauh dari kata layak. Di akhir bulan, gaji yang diterima bahkan tidak cukup untuk membeli kebutuhan pokok.
Bandingkan dengan pejabat yang mendapat fasilitas mobil dinas baru setiap beberapa tahun, tiket pesawat kelas bisnis untuk perjalanan dinas, hingga rumah dinas yang mewah. Bedanya seperti bumi dan langit. Ketimpangan ini bukan hanya soal nominal uang, tapi pesan yang disampaikan negara pada rakyatnya: bahwa status lebih dihargai daripada kontribusi nyata pada masa depan bangsa.