Bayangkan seorang anak berkebutuhan khusus merasa gelisah setiap kali masuk ruang tamu, hanya karena suara kipas angin yang terlalu keras. Ia menutup telinga, mencoba menenangkan diri, tapi suara itu terus bergema di kepalanya. Bukan karena kipas rusak, bukan pula karena rumah bising. Bagi anak dengan autisme, suara yang biasa bagi kita bisa terasa seperti gemuruh yang tak tertahankan.
Di rumah yang sama, cahaya dari jendela memantul ke lantai keramik, menciptakan pantulan sinar yang menyilaukan. Anak itu kembali merasa tidak nyaman. Ia tidak tahu harus ke mana, karena semua ruang terasa terbuka dan bercampur. Tak ada sudut yang bisa ia sebut sebagai "tempat aman". Ia hanya ingin ruang yang bisa mengerti dirinya, bukan memaksanya untuk menyesuaikan diri.
Saya bukan ahli autisme. Tapi sebagai oom dari keponakan yang berada di spektrum autisme, dan sebagai arsitek, saya sering bertanya, apakah rumah yang kita anggap nyaman sudah cukup ramah bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus? Apakah desain yang kita anggap "normal" tidak membuat mereka merasa terasing ?.
Dalam tulisan ini, saya tidak ingin menggurui. Saya hanya ingin berbagi gagasan tentang bagaimana arsitektur rumah tinggal bisa dirancang lebih baik, khususnya untuk anak-anak dengan spektrum autisme. Bukan dengan istilah teknis yang rumit, tapi dengan pendekatan yang bisa dibayangkan oleh siapa saja.
Zonasi yang terstruktur dan jelas.
Mari kita mulai dari hal paling mendasar dalam arsitektur yaitu pembagian ruang. Di dalam rumah yang umum, ruang keluarga sering menyatu dengan ruang makan dan juga dapur terbuka. Itu hal yang biasa bagi orang normal, tetapi bagi anak autis, kondisi seperti ini kadang bisa membingungkan. Mereka cenderung merasa lebih aman jika setiap ruang punya fungsi yang jelas, ada batas dan tidak bercampur.
Sebagai ilustrasi gambaran rumah untuk anak autisme. Bayangkan ada sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Begitu masuk dari pintu depan, kita langsung berada di ruang tamu. Tapi jika ruang tamu itu diberi batas visual, misalnya dengan rak buku atau partisi ringan, anak autis bisa memahami bahwa itu adalah tempat untuk menerima tamu atau bersantai. Di sebelahnya, mungkin ada ruang makan dengan material lantai yang berbeda. Anak autis bisa paham, kalau sekarang dia sudah berada di ruangan yang lain. Atau di sisi belakang ada lagi kamar tidur yang jauh dari suara dapur atau televisi.
Zonasi seperti ini tidak harus mahal atau rumit. Yang penting adalah kejelasan fungsi dan alur aktivitas. Anak tahu bahwa setelah makan, ia bisa pindah ke ruang bermain, lalu ke kamar tidur. Tidak ada kebingungan, tidak ada ruang yang terasa "campur aduk".
Sirkulasi yang logis dan tidak membingungkan
Setelah zonasi, kita masuk ke sirkulasi di dalam rumah. Sirkulasi adalah jalur yang dilalui penghuni dari satu ruang ke ruang lain. Bagi anak autis, jalur ini harus mudah dipahami dan tidak membuat stres.