Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sebuah Diary tentang Menulis: Dari Artikel Opini Diganjar Nilai A, Artikel "Pembelaan" terhadap Peladang hingga Membukukan Tesis

17 Mei 2021   20:51 Diperbarui: 18 Mei 2021   11:06 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi.
Dokumentasi pribadi.

Sebuah Artikel "Pembelaan" terhadap Peladang

Artikel opini di Malang Post boleh dibilang artikel pertama dan terakhir yang pernah saya kirim ke surat kabar. Barangkali karena waktu itu motivasinya hanya untuk mendapatkan nilai, dan setelah nilai itu didapat, semangat saya untuk menulis tidak lagi menyala-nyala.

Sampailah pada suatu hari terjadi peristiwa yang memilukan yang dialami oleh keenam peladang di daerah Kecamatan Sintang. Mereka ditangkap oleh aparat karena dituduh menyebabkan kerusakan hutan dan lahan. Atas perbuatan mereka tersebut, Jaksa Penuntut Umum menuntut 6 bulan penjara ditambah hukuman percobaan satu tahun.

Ini bukan yang pertama kalinya para peladang dijadikan sebagai kambing hitam atas terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan bencana kabut asap. Penangkapan atas keenam peladang itu seakan menjadi akhir dari perjuangan penguasa memberantas kejahatan terhadap hutan. Penangkapan tersebut sudah pasti hendak menunjukkan kepada publik: peladang adalah penjahat. Konsekuensinya sudah jelas, aktivitas berladang tidak boleh lagi dilanjutkan.

Ketidakadilan yang menimpa peladang ini mengundang penolakan yang keras dari banyak pihak, terutama kaum peladang. Sebagai bentuk dukungan moral terhadap keenam saudaranya, para peladang membentuk Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP).

Mereka tidak kenal lelah memberikan dukungan. Mengabarkan kepada dunia bahwa peladang bukan penjahat. Tuntutan mereka hanya satu: keenam saudara mereka itu harus bebas dari semua tuntutan hukum. Mereka berjuang sekuat tenaga agar tuntutan tersebut dipenuhi. Sebab jika tidak, maka ke depannya para peladang terancam tidak bisa lagi meneruskan kearifan lokal ini.

Perjuangan mereka selama kurang lebih 8 bulan akhirnya membuahkan hasil setelah pada tanggal 9 Maret 2020, Pengadilan Negri Sintang membebaskan enam peladang itu dari semua bentuk dakwaan.  

Sebagai orang yang lahir dari rahim seorang peladang, peristiwa tersebut bagi saya pribadi sungguh menyayat hati. Namun, saya menyadari tidak banyak yang dapat saya lakukan untuk membela kaum peladang yang kerap kali dikambinghitamkan. Menulis sebuah artikel opini saya pikir menjadi sebuah jalan yang terbaik untuk mengabarkan kepada dunia kalau peladang itu memang bukan penjahat.

Mengetahui kabar bahwa keenam peladang itu dibebaskan dari segala bentuk dakwaan membuat saya sungguh merasa senang. Bebasnya keenam peladang itu artinya para peladang kembali bisa berladang seperti sediakala. Karena itu, artikel opini yang saya tulis saya beri judul: KEMBALI KE LADANG.

Dengan "Kembali ke ladang", maka para peladang kembali bisa merasakan betapa indahnya saling membantu dan menolong dalam mengerjakan lahan. Mereka bisa kembali merasakan keceriaan saat musim menanam padi (nugal) tiba. Emping padi yang dicampur dengan gula merah dan kelapa parut, yang jelas sangat enak rasanya, juga masih akan bisa mereka nikmati. Dan masih banyak lagi suka cita dan kebahagiaan yang bisa mereka alami sebagai peladang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun