Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Pernak-pernik Kenanganku Selama di Seminari Menengah: Dari Perkara Bangun Pagi, Hukuman, sampai Sepak Bola Abal-abal

21 November 2020   05:36 Diperbarui: 21 November 2020   05:57 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seminariku yang tercinta. Seminari Menengah St. Yohanes Maria Vianney, Keuskupan Sintang. Sumber: hidupkatolik.com

Bahkan ada satu aturan pada waktu itu yang terdengar agak lucu. Yakni, para seminaris tidak boleh naik angkot saat berangkat ke atau pulang dari sekolah. Kami memang tinggal di asrama seminari, tapi untuk proses belajar mengajar kami bergabung di SMA Panca Setya Sintang. Sekitar 20 menit kalau berjalan kaki.

Hukuman bagi mereka yang ketahuan menaiki angkot memang tergolong tidak berat. Cukup 5-10 kali mengelilingi lapangan basket. Mungkin tidak melelahkan raga, tapi malunya itu bisa meruntuhkan wibawa sebagai seorang anak seminari.

Belum lagi kalau nanti di sekolahan ada sesama teman seminaris menceritakan kejadian tersebut kepada yang lain, makin turunlah harga diri sebagai seorang seminaris.

Hukuman memang selalu menanti para seminaris jika ketahuan melanggar peraturan. Namun bukan anak seminari namanya kalau tidak punya akal agar terluput dari hukuman..hikssss. Dalam beberapa hal, mereka bisa bekerja sama dengan baik untuk mengelabui staf pembina.

Di Seminari itu ada cukup banyak pohon rambutan. Inilah alasan lain yang membuat kami senang dan betah tinggal di Seminari. Jika musim rambutan tiba, hati kami selalu penuh dengan suka cita.

Namun, karena kami hidup berkomunitas maka buah rambutan itu harus kami nikmati bersama-sama. Berlaku prinsip sama rata sama rasa. Atau dalam bahasa suku Dayak Desanya "kalau abih sama ampit" (Kalau habis sama-sama kebagian).

Ada kalanya prinsip di atas terasa berat untuk dijalani. Beberapa dari kami tak mampu menahan godaan untuk tidak memetiknya. Namun prinsip tetaplah prinsip. Melanggar prinsip tersebut harus siap menerima hukuman dari pembina.

Pernah suatu kali seorang teman ketangkap basah oleh pembina sedang asyik memetik buah rambutan. Oleh si pembina, dia disuruh terlebih dahulu menghabiskan buah rambutan yang telah dipetik. Baru setelah itu dia menerima hukuman, yakni memeluk pohon rambutan.

***

Musim buah rambutan memang membuat hati senang, namun juga selalu membuat kami was-was. Namun sekali lagi, bukan anak seminari namanya kalau sampai kehabisan akal. Contoh berikut adalah buktinya.

Ini terjadi pada salah satu jam olah raga sore. Di Seminari itu ada tiga buah lapangan yang saling berdekatan: lapangan basket, lapangan volly dan lapangan sepak takraw. Di atas lapangan sepak takraw itu sendiri ada satu pokok rambutan yang buahnya sungguh sangat menggoda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun