Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kearifan Berladang Suku Dayak: Harmoni antara Tuhan, Manusia, dan Alam

5 Juli 2020   00:48 Diperbarui: 6 Juli 2020   10:28 3220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga sedang menanam padi (nugal) di ladang. (dokpri)

Sebuah pepatah mengatakan, "Jangan pernah menggigit tangan yang memberi kamu makan". Jika tanpa alam orang Dayak tak bisa hidup, maka mustahil mereka merusak sesuatu yang daripadanya mereka memperoleh makanan untuk bertahan hidup.

Para pembaca yang budiman, kebanyakan dari kita pasti tahu bahwa suku Dayak,  merupakan suku mayoritas yang hidup di bumi Kalimantan. Ada ratusan sub suku Dayak yang tinggal di sana.

Jumlah yang banyak tersebut tentu saja menghadirkan keragaman bahasa, tradisi, kebiasaan dan adat-istiadat. Namun, ada satu hal yang hampir dapat djimpai dalam semua suku Dayak, yakni aktivitas berladang.

Dalam tulisan ini, saya hendak menunjukkan bahwa aktivitas berladang itu adalah sebuah kearifan. Menyebutnya sebagai sebuah kearifan hendak mengatakan bahwa aktivitas berladang bukan hanya sebatas rutinitas. 

Dalam aktivitas ini terkandung nilai-nilai luhur, khususnya dalam menjaga keharmonisan dengan Sang Pencipta, sesama dan alam. 

Cara berladang yang dipraktekkan suku Dayak ialah sistem ladang berpindah. Umumnya lokasi lahan terletak di dataran tinggi. Sekilas sistem ini nampaknya bertentangan dengan upaya menjaga kelestarian alam. 

Karena itu, tidak heran para peladang acap kali dijadikan kambing hitam atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang sering mengakibatkan bencana asap di negri ini.

Bahkan beberapa waktu yang lalu ada 6 orang peladang di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, yang ditangkap oleh aparat kepolisian saat sedang membakar ladang.

Penangkapan tersebut sudah pasti hendak menunjukkan kepada publik: peladang adalah penjahat. Konsekuensinya sudah jelas, aktivitas berladang tidak boleh lagi dilanjutkan.

Keenam peladang itu lalu ditetapkan sebagai tersangka karena didakwa melakukan pembakaran hutan dan lahan. Atas perbuatan mereka tersebut, Jaksa Penuntut Umum menuntut 6 bulan penjara ditambah hukuman percobaan satu tahun.

Ketidakadilan yang menimpa peladang ini tentu saja mengundang penolakan yang keras dari banyak pihak, terutama kaum peladang. Sebagai bentuk dukungan moral terhadap keenam saudaranya, para peladang membentuk Aliansi Solidaritas Anak Peladang (ASAP). Mereka tidak kenal lelah memberikan dukungan. Mengabarkan kepada dunia bahwa peladang bukan penjahat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun