Mohon tunggu...
Francisca S
Francisca S Mohon Tunggu... Guru - Amicus Plato, sed magis amica veritas

Pengajar bahasa, Penulis novel: Bisikan Angin Kota Kecil (One Peach Media, 2021)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suara Penjual Roti Itu

31 Januari 2021   20:58 Diperbarui: 31 Januari 2021   21:06 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com/Roman Grac

Sore ini aku sedang bekerja di depan komputerku. Aku sedang mengajar seorang murid, memberi sebuah kelas online. Di luar hujan turun sangat lebat, angin pun bertiup dengan kencang. Udara dingin menerobos celah-celah pintu dan jendela di ruang kerjaku di rumah. Cuaca memang sedang buruk hari-hari ini karena dampak fenomena La Nina.

Pelajaran sudah berjalan hampir separuh waktu, aku tengah mendengarkan muridku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kuberikan, di mana pada saat yang bersamaan aku mendengar sayup-sayup sebuah bunyi di kejauhan di luar sana. Bunyi itu aku kenal. Itu adalah bunyi bel kendaraan penjual roti yang berkeliling di jalan-jalan di dalam perumahan tempatku tinggal. Penjual roti ini memang belakangan ini sering berkeliling di sini.

Tapi, hujan sedang turun dengan sangat deras sekarang. Jalanan pun sangat sepi, nyaris tidak ada suara kendaraan yang melintas, juga para penjaja makanan lain yang biasanya cukup banyak berkeliling pada sore hari. Warga perumahan pun seakan sedang bersembunyi semua di dalam rumah. Kenapa penjual roti itu tetap berkeliling? Kenapa ia tidak berhenti untuk berteduh? Ada sebuah pos keamanan yang cukup besar di gerbang masuk perumahan ini, mestinya ia bisa menumpang untuk berteduh di sana.

Konsentrasiku mengajar sejenak terpecah saat pertanyaan-pertanyaan ini muncul di benakku.

Tak lama kemudian, aku mulai mendengar suaranya berteriak menawarkan dagangannya seperti biasanya, "Rotii... rotii..." suara itu seakan berusaha menyaingi deru air hujan. Agar ada orang yang mendengarnya, agar ada orang yang tahu bahwa ia sedang berjualan, melintas di dalam perumahan ini.

Hatiku sontak merasa iba, terenyuh. Haruskah ia tetap berkeliling di tengah cuaca yang buruk ini? Haruskah ia mengabaikan kesehatan dan keselamatan dirinya demi terjualnya sebungkus roti pada sore hari ini? Tak sadar air mataku pun menetes. Untung saja kelas online kali ini tidak menggunakan video, jadi muridku tidak melihat air mataku.

Aku ingat penjual roti ini mulai muncul berkeliling di sini sejak beberapa bulan setelah pandemi Covid-19 mulai melanda. Sebelumnya aku tidak pernah melihatnya. 

Berbeda dengan penjaja roti keliling yang lain, penjual roti ini menggunakan gerobak yang dikayuh sebagai kendaraannya untuk berjualan. Sementara yang lain menggunakan sepeda motor dengan boks roti di bagian belakang tempat duduk kendaraan mereka, dan menggunakan suara yang sepertinya sudah direkam dan hanya tinggal diputar ulang untuk menjajakan roti-roti mereka.

Berjualan dengan mengayuh gerobak seperti itu tentu lebih berat, lebih membutuhkan energi, dibandingkan dengan berjualan berkeliling menggunakan kendaraan bermotor. 

Aku juga memperhatikan penjual ini selalu menggunakan masker saat berkeliling, walau sering juga terlihat masker itu di turunkan di bawah hidungnya. Dapat dimengerti, karena tentu tidak mudah menarik nafas dengan menggunakan masker saat sedang mengayuh gerobak seperti itu dalam waktu yang lama. Dan di saat hujan deras sore hari ini serta udara yang dingin, semua itu tentu menjadi lebih tidak mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun