Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ada Apa dengan Fenomena Bahasa yang "Marpasir-pasir"?

15 Januari 2022   15:17 Diperbarui: 20 Januari 2022   10:01 3708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi berbicara dengan teman sebaya. (sumber: shutterstock via kompas.com)

"Saya lebih senang jika mendengar seseorang marpasir-pasir dalam berbahasa Indonesia dan bahasa sukunya"

Pemakaian kalimat yang bercampur, artinya terdiri dari beberapa bahasa yang berbeda dalam satu kalimat sudah lama terjadi. Bukan hanya terjadi di Jaksel atau sekitarnya saat ini. Mengapa? Karena, peristiwa demikian sudah saya alami sewaktu SMP dulu 2005 ke atas.

Sewaktu SMP, saya mengecap pendidikan di salah satu sekolah swasta di daerah Humbang Hasundutan. Saya memilih sekolah di sana, daripada di Pekanbaru (kota kelahiran) karena ingin mengenal sistem pendidikan di daerah Toba.

Selain itu, saya juga ingin memperdalam budaya nenek moyang yang kelak akan sangat penting dalam relasi dengan orang-orang Toba di tanah rantau, apalagi dalam bahasa suku saya.

Tidak mudah, karena saya butuh penyesuaian diri yang agak lama, karena harus berlatih habis-habisan bahasa Toba. Saya belajar mulai dari dasar: jenis kata (kerja/keterangan/benda/sifat), aksara tradisional, dan sapaan yang lazim digunakan sehari-hari.

Saya butuh catatan kecil di saku dan saya bawa kemana-mana. Sebagai jaga-jaga, mana tahu ada ucapan baru dalam bahasa Toba, saya bisa langsung mencatat.

Mau tak mau, harus "marpasir-pasir"

Sering sekali teman-teman di sekolah atau lingkungan sekitar menertawakan saya, karena sering menggunakan kalimat yang "marpasir-pasir".

Marpasir-pasir adalah ungkapan khas dari orang Batak Toba. Ungkapan ini diarahkan kepada orang yang mencoba berbahasa Batak Toba, tapi orang tersebut tidak sempurna dalam penggunaan kata maupun intonasi atau logat autentik orang Batak Toba.

Misalnya: "Horas Inang. Jam piga mobil yang mau ke Doloksanggul ro tahe?" [seharusnya: Horas Inang. Pungkul piga tahe ro motor na naeng tu Doloksanggul? artinya: Salam Ibu. Jam berapa mobil jurusan Doloksanggul tiba, yah?]

"Arga kali ini Inang!" [seharusnya: Arga nai on Inang! artinya: Mahal sekali ini, Ibu!]

Yah, memang demikianlah adanya. Malu sih malu. Tapi, mau gimana lagi dibuat. Untuk belajar satu bahasa, kita harus mencampur beberapa bahasa. Karena bisa jadi, saat hendak berbicara kita lupa kalimat/intonasi/logat yang seharusnya diucapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun