Tentu saja yang lebih banyak hadir dalam pertemuan lebaran natal itu adalah orang-orang Islam daripada orang-orang Kristen. Orang Islam diharuskan mendengarkan dengan penuh khusyu' bahwa Tuhan Alah beranak, dan Yesus ialah Alah. Sebagaimana tadi orang-orang Kristen disuruh mendengar tentang Nabi Muhammad SAW dengan tenang. Padahal mereka diajarkan oleh pendetanya bahwa Nabi Muhammad bukanlah Nabi, melainkan penjahat. Dan Al-Qur'an bukanlah kitab suci, melankan buku karangan Muhammad saja.
Kedua belah pihak, baik orang Kristen yang disuruh tafakur mendengarkan Al-Qur'an, atau orang Islam yang disuruh mendengarkan bahwa Tuhan Alah itu ialah satu ditambah dua sama dengan satu, semuanya disuruh mendengarkan hal-hal yang tidak mereka percayai dan tidak dapat mereka terima. Kemudian datanglah komentar dari protokol, bahwa semuanya itulah yang bernama toleransi, demi kesaktian Pancasila!
Dan sebagai penutup disuruh kemuka seorang Kyai membaca do'a, seluruh hadirin yang Islam membaca amin. Pihak Kristen duduk berdiam diri, dan kita tahu apa yang terasa dalam hatinya, yaitu muak dan mual. Kemudian naik pula yang pendeta menyebut do'a-do'a hari natal. Dan semua orang Islam berdiam diri saja, dan kita pun tahu apa yang ada dalam hati mereka.
Pada hakikatnya, mereka itu tidak ada yang toleransi. Mereka kedua belah pihak menekan perasaan, mendengarkan ucapan-ucapan yang dimuntahkan oleh telinga mereka. Jiwa, raga, hati, sanubari, dan otak, tidak bisa menerima. Kalau keterangan orang Islam bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Nabi akhir zaman, penutup sekalian Rasul. Jiwa raga orang Kristen akan mengatakan bahwa keteragan orang Islam ini harus ditolak, sebab kalau tidak diterima kita tidak Kristen lagi. Dalam hal kepercayaan tidak ada toleransi.
Sementara sang Pastor dan Pendeta menerangkan dosa waris Nabi Adam, ditebus oleh Yesus Kristus di atas kayu palang, dan manusia ini dilahirkan dalam dosa, dan jalan selamat hanya percaya dan cinta dalam Yesus. Telinga orang islam muntah mendengarkan.
Bertambah mendalam orang-orang beragama itu meyakini agamanya, bertambah muntah telinganya mendengarkan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan pokok akidah agamanya.
Pimpinan Pusat Ikatan Pemuda Muhammadiyah sudah menjelaskan bahwa do'a bersama dalam hari-hari peringatan, tidaklah dibolehkan dalam ajaran Islam. Do'a demikian pun tidak akan dapat diterima karena do'a adalah ibadah dan ada sendiri ketentuannya. Orang Islam meminta kepada Tuhan Allah yang satu, yang tidak ada syarikat bagi-Nya. Sedankan Pastor dan Pendeta akan berdo'a kepada Alah Bapak, Alah Putera, dan Alah Roh Kudus.
Semangat toleransi yang sejati dan logis ialah ketika orang Islam berdo'a, orang Kristen meninggalkan tempat berkumpul. Dan ketika Pastor berdo'a kepada Tiga Tuhan, orang Islam keluar."Â
Sangat logis upacara sakral keagamaan ya diikuti umatnya saja. Dicampur-campur ya amburadul.
Lalu bagaimana dengan sekedar ucapan selamat ? Ada pada link berikut :
https://www.thejakartapost.com/news/2013/12/23/the-controversy-over-merry-xmas-where-s-fatwa.html
Achmad Munjid, dosen Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM Yogyakarta, menjelaskan detil sikap Buya HamkaÂ
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!