Mohon tunggu...
fitrotun nufus
fitrotun nufus Mohon Tunggu... Lainnya - terus belajar

belajar terus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nusantara Millenial

9 Maret 2021   12:29 Diperbarui: 9 Maret 2021   13:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepintas kedua kata yang sangat kontras dipadukan, Nusantara dengan diksi yang sering digunakan untuk sesuatu yang  bersejarah dan apik dijajarkan dengan perjuangan membangkitkan semangat pemuda dan milenial sebuah kata untuk sesorang yang terlanjur lahir tahun dua ribuan atau kurang sedikit, United States Census Bureau menetapkan rentang generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1982 sampai 2000. Identik dengan budaya "santuy" di Negri ini. Pemaduan ini bukan tanpa alasan. Melihat kebanyakan anak milenial sekarang ini rupanya perlu adanya pengkritikan dari sisi tengah yaitu antara sisi baik dan tidak baik. Mengambil sikap sparatis dari keduanya mungkin akan sedikit sekali  diterima oleh sebagian orang, karena bagaimanapun seseorang terlahir untuk memilih antara iya atau tidak, baik atau tidak baik akankah ada sisi tengahnya?

Tentu tidak kan, keduanya memiliki pemaksaan dalam penentuan, yang bagus adalah yang baik dan yang tidak baik adalah yang harus dihindari. Semua orang sepakat untuk itu. Namun relevansi baik bagi diri sendiri dan kesepakatan orang banyak tentu akan sulit disaring, perjalanan empiris selama 20 tahun kurang lebih meliputi banyak hal yang mempengaruhi fikiran kita dari lingkungan, daya fikir, hingga cara orang lain bersikap. Bahkan relevansi "baik" satu golongan dengan golongan lain juga berbeda.

Nusantara millenial adalah pilihan kata dalam memadukan tradisi feodal masyarakat terdahulu diterjemahkan dengan cara millenial. Sikap pemuda zaman sekarang yang cenderung menyukai perubahan dan terbuka membuat anak milenial sangat mudah terpengaruh dengan budaya yang seringkali tiba-tiba mencampuri. Sedangkan orang-orang tua yang belum bisa menjajah teknologi secara lincah akan merasa sangat tersinggung dengan cultur milenial yang seperti itu. Sejak beberapa tahun kebelakang Bangsa Indonesia telah mampu mengadopsi tradisi ala kerajaan, feodalisme masih diadopsi oleh beberapa kalangan antaranya yaitu kerajaan, pesantren dan kalangan masyarakat lain yang susah untuk move on dan menerima kebudayaan luar. Sifat negatif  dari sikap ini tentu tidak menutup kemungkinan akan terjadinya perkembangan bangsa yang begitu-begitu saja, stagnan dan monoton dengan kebudayaan. Kita terdididik untuk melestarikan kebudayaan bukan mencampurinya dengan kebudayaan lain artinya identitas dan martabat bangsa akan seketika terlihat samar dari luar.

Oleh karena itu, penyatuan nada akan melestarikan budaya sangatlah butuh diiklankan dan dibuat semenarik dan seramai mungkin  dalam sistem kurikulum pendidikan di Indonesia ini, nasionalisme dalam hal ini tentu tidak selamanya harus menutup akes budaya luar yang baik untuk masuk dan mencampuri kebudayaan sendiri, tetapi justru mencintai Indonesia dengan cara yang berbeda nun satu jua akan mempererat pilar pancasila tetap di dada anak Bangsa.

Kejadian demonstrasi OMNIBUS LAW menunjukkan banyak sekali anak-anak milenial yang sangat kritis atau bahkan kebanyakan dari mereka yang hanya ikut-ikutan. Bangsa ini telah sadar akan keadilan tetapi literasi seringkali menghantar mereka menjadi  salah tingkah dalam mengekspresikan niat baik mereka, sikap mereka yang seperti ini tentu tidak selamanya disalahkan, mereka yang memiliki dasar mengikuti demo serta mereka yang hanya ikut-ikutan, mereka sama-sama memiliki kebebasan menggali informasi yang sama hanya saja kesadaran informasi yang lurus atau hanya olahan politik ini sedikit saja yang mau memahaminya. Indonsesia telah hafal sila keadilan tetapi belum sempurna dalam belajar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun