Mohon tunggu...
fitri puspita
fitri puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa

loves sunset

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Dinamika Belajar - Mengajar di SD ISLAM ISTIQOMAH : Disiplin, Tantangan Belajar, dan Peran Guru

30 September 2025   23:35 Diperbarui: 30 September 2025   23:33 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dosen Pengampu : Woro Apriliana Sari, S.Psi., M.Si.
Faiz Fatihul 'alwan, S.Pd., M.Pd.

Penulis : 1. Nabila Yasmine Nur Aisyah (2401070156)
 2. Fitri Puspita Anggraini (2401070157)
 3. Dafa Sharim Muzzaki (2401070166)
 4. Shahnaz Iqbal  (2401070226)

Memasuki usia sekolah dasar, perubahan pada anak tidak hanya terjadi pada kemampuan berpikir dan belajar. Lebih dari itu, mereka sedang dalam masa penting untuk membentuk karakter, nilai-nilai, dan kebiasaan. Pada fase ini, anak-anak mulai beradaptasi dengan dunia sekolah: bangun pagi tepat waktu, mengikuti kegiatan belajar, belajar disiplin, dan tentu saja berusaha diterima serta punya banyak teman. Oleh karena itu, ketika seorang anak menunjukkan perilaku yang menyimpang—seperti sering terlambat, tidak tertib di kelas, atau bersikap pasif—hal itu seringkali bukan sekadar tanda "nakal". Sebaliknya, itu adalah sinyal bahwa mereka butuh arahan, dukungan, dan pemahaman mendalam terhadap kondisi psikologis mereka.

Dalam kunjungan observasi dan wawancara kami ke SD Islam Istiqomah Ungaran, kami berusaha menangkap bagaimana gambaran keseharian anak-anak: bagaimana mereka menjalani rutinitas pagi, bagaimana mereka belajar di kelas, dan bagaimana guru mengelola proses belajar-mengajar.

1. Kebiasaan Religius dan Disiplin Pagi
Kegiatan pagi di sekolah dimulai dengan doa bersama dan murojaah selama sekitar 35 menit. Kebiasaan ini dijadikan bagian dari identitas sekolah untuk menanamkan nilai religius sekaligus disiplin. Namun, praktiknya menunjukkan bahwa siswa yang datang terlambat seringkali melewatkan sesi murojaah atau tidak mendapat kesempatan penuh dalam hafalan.
“Anak yang terlambat pagi otomatis kehilangan waktu murojaah, dan kemudian tertinggal target hafalan. Itu menjadi konsekuensi yang kami catat dalam sikap.” ujar pak Masykur, S. Pd.I, selaku kepala Sekolah SD Islam Istiqomah Ungaran.
Ketidaktepatan waktu ini bukan sekadar persoalan jam, tetapi seringkali terkait masalah manajemen waktu di rumah, seperti kurang persiapan pagi, jarak rumah ke sekolah, atau transportasi. Disiplin di sini juga terasosiasi dengan penilaian karakter dalam raport, sehingga menjadi dorongan eksternal bagi siswa dan orang tua.

2. Gaya Belajar, Motivasi, dan Suasana Kelas
Dari pengamatan kami di kelas, jelas terlihat bahwa setiap anak punya cara belajar yang berbeda-beda. Ada yang sangat aktif bertanya, ada yang lebih suka duduk diam sambil menyimak, bahkan ada yang asyik menggambar di bukunya saat guru sedang menjelaskan. Perbedaan gaya belajar ini—apakah mereka visual, kinestetik, atau auditori—tentu menjadi tantangan besar bagi guru. Guru harus pintar mengatur strategi agar semua siswa merasa terakomodasi dan tidak ada yang merasa diabaikan atau tertinggal.
Di sisi lain, sekolah menunjukkan kepeduliannya terhadap isu perundungan dengan rutin mengadakan edukasi anti-bullying. Siswa diajak menonton video tentang berbagai bentuk bullying (verbal, fisik, sosial), lalu diminta membuat poster sebagai bentuk refleksi. Ini adalah cara yang baik agar siswa tidak hanya tahu teorinya, tetapi benar-benar mampu mengenali dan berani bersikap.
Sayangnya, ada satu hal yang menjadi catatan: motivasi sebagian siswa terlihat menurun ketika cara mengajar guru terasa monoton. Jika guru terlalu sering menggunakan metode ceramah panjang atau tanya-jawab yang kurang interaktif. Variasi aktivitas sangat dibutuhkan untuk menjaga semangat belajar mereka.

3. Strategi Mengajar dan Peran Ganda Guru
Para guru di SD Islam Istiqomah tidak hanya berperan sebagai pengajar mata pelajaran. Mereka mengemban peran ganda sebagai pendidik akademis sekaligus pengawas moral dan psikologis bagi anak-anak. Salah satu cara mereka menjaga keamanan dari bullying adalah dengan menempatkan guru di lorong-lorong antar kelas. Strategi pengawasan ini terbukti efektif mengurangi insiden kecil di area yang sering menjadi tempat transit siswa.
Sekolah ini juga punya prinsip kuat: mereka menolak mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan akademik. Menurut para guru, sistem pengelompokan seperti itu hanya akan menumbuhkan rasa rendah diri (inferior) atau sikap elitis di kalangan siswa. Sebagai gantinya, mereka hanya menggunakan tes awal untuk menyeimbangkan komposisi agar setiap kelas memiliki keragaman kemampuan yang sehat.

Meskipun demikian, muncul tantangan yang nyata. Dengan ukuran kelas yang besar dan keragaman kemampuan yang dijaga, guru kesulitan untuk menyesuaikan kecepatan mengajar yang pas untuk semua anak. Waktu menjadi kendala, padahal beberapa siswa jelas membutuhkan bimbingan ekstra atau materi pengayaan yang lebih banyak. Kunjungan kami ke SD Islam Istiqomah benar-benar membuka mata. Kami sadar bahwa pendidikan dasar adalah medan yang sangat kompleks. Di sana, disiplin dan pembiasaan harus bertemu dan berdialog dengan keunikan serta kebutuhan psikologis setiap siswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun