Mohon tunggu...
Fitri
Fitri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tambang Liar, Cacat Birokrasi atau Gelap Mata Rakyat?

16 April 2018   22:08 Diperbarui: 16 April 2018   22:15 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Apa yang terlintas dibenak kamu ketika mendengar frasa "tambang liar" atau penambangan liar?. Penambangan dengan cara konvensional? Penambangan oleh rakyat tanpa izin dari pemerintah? Penambangan minim modal maksimal untung? Atau bahkan penambangan tak berwawasan lingkungan?

Membicarakan topik satu ini memang tidak ada habisnya. Bagaimana tidak? Kegiatan ini makin marak terjadi di Indonesia karena kekayaan tanah air ini akan bahan-bahan tambang dan mineral. Indonesia yang merupakan negara tropis dan kaya gunung berapi mengakibatkan mineral-mineral yang terkandung didalamnya tinggi pula. Karena aktivitas vulkanologi yang membawa serta berbagai jenis mineral dari dalam perut bumi.

Namun ironis jika melihat fenomena yang terjadi saat ini, dimana penambangan liar membawa dampak yang serius untuk lingkungan. Di Jambi misalnya, tutupan hutan terjadi kerusakan hingga terjadi peningkatan 100% setiap tahunnya. Selain itu, tanah-tanah disekitar wilayah penambangan emas liar menjadi tercemar karena kontaminasi dari air raksa (hydragirum) yang digunakan untuk mendulang emas.

Sungai pun tak luput dari dampak ini, pendangkalan karena pengerukan tak berwawasan lingkungan serta pencemaran karena kontaminasi bahan kimia berbahaya. Investasi dampak negatif lain pun tak luput terbawa oleh para penambang liar. Hal tersebut disebabkan oleh kontaminasi air raksa dalam tubuh mereka yang lambat laun akan terakumulasi.

Para penambang liar pada umumnya tidak memiliki wawasan lingkungan terkait kegiatannya tersebut. Sehingga tanpa disadari hal tersebut mangakibatkan berbagai kerugian. Namun patut ditinjau pula, jika pada umumnya mereka melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan lain untuk bertahan hidup.

Mereka cenderung memikirkan solusi pintas untuk mendapatkan penghasilan tanpa memperhatikan berbagai aspek yang akan ditimbulkan karena ulah tangan tak berdosa mereka. Sedangkan pihak berwenang pun kurang adanya perhatian terkait permasalahan yang satu ini.

Kurangnya kebijakan yang melarang terkait eksploitasi secara liar alias tak berizin ini menimbulkan rangsangan secara tidak langsung kepada rakyat untuk dapat menjarah bumi Indonesia secara tidak bertanggung jawab.

Jadi, siapakah pihak yang patut dipersalahkan?. Sebenarnya tidak ada, namun perlu adanya koreksi dan upaya perubahan secara besar-besaran agar hal ini tidak semakin marak. Dari aspek masyarakat, seharusnya mereka lebih memikirkan secara jangka panjang terkait apa yang mereka lakukan. Pun untuk mendapatkan penghasilan, masih banyak metode lain tanpa harus mengorbankan lingkungan.

Namun, para pemegang kebijakanlah yang perlu melakukan evaluasi secara besar-besaran. Membentuk peraturan yang lebih ketat terkait penambangan liar, mengadakan kontrol secara berkala, dan yang paling utama memberikan perhatian lebih kepada rakyat. 

Misalnya, dengan memberikan keterampilan agar dapat membuka usaha mandiri ataupun membuka lapangan kerja baru. Dengan begitu, diharapkan kegiatan penambangan liar di Indonesia mengalami reduksi jika dilakukan secara berintegrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun