Mohon tunggu...
Firma Fikri
Firma Fikri Mohon Tunggu... Freelance -

semangat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Semua Tentang Hijrah

9 Juni 2017   13:47 Diperbarui: 12 Mei 2018   16:12 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: medium.com

Bulan Januari saya ditelpon oleh salah satu perusahaan kacamata ternama yang mengabarkan bahwa saya diharuskan untuk ke Jakarta untuk mengikuti training kerja. Tentu saya senang mendapat kabar itu, apalagi saya sudah lama nganggur. Beberapa kali melamar pekerjaan tidak pernah ada panggilan. Mendapatkan kabar tersebut terbesit wajah ibu saya yang sudah berusia 60 tahun namun masih jualan mainan di SD. Beberapa kali beliau mengatakan ingin berhenti jualan karena sudah lelah. Selain itu, saya juga teringat dengan seorang perempuan. Meskipun senang akan segera memiliki pekerjaan namun entah kenapa pikiran saya tidak tenang. Mungkin karena ini disebabkan proses saya yang begitu lancar karena ada orang dalam. Kakak saya kerja di perusahaan kacamata itu.

Keberangkatan pun tidak terelakkan lagi. Entah kenapa bulan Maret tahun 2017 terasa begitu cepat datang bagi saya. Beberapa hari sebelum berangkat saya banyak menghabiskan main playstation bersama teman-teman saya. Ada rasa kuat ingin mengabarkan pada perempuan itu bahwa saya tidak lama lagi akan memiliki pekerjaan. Namun saya tidak pernah mengabarkan perempuan itu. Sore, 5 Maret 2017, saya sudah ada di Jakarta.

"Fik mes kita ini di daerah FPI lho, kamu kan fans berat Ahok," kata Cahyo salah seorang teman satu kamar yang berasal dari Surabaya.

"Saya bukan fans berat Ahok, saya fans berat kebenaran,"

Obrolan politik tidak terelakkan lagi di mes tempat tinggal saya apalagi Jakarta lagi panas dengan politik pada saat itu, bahkan panasnya sampai ke daerah lain. Mendengar kata FPI entah kenapa saya tertarik untuk keliling di daerah Petamburan. Ketika saya keliling daerah Petamburan saya menemukan hal cukup membuat saya gak abis pikir rata-rata rumah di sana ada tulisan "DILARANG PARKIR DEPAN PINTU" dan ketika melewati masjid saya benar-benar takjub. Shaff penuh. Padahal Shalat Ashar.

Tiga hari di Jakarta saya uring-uringan tiap malam keinginan untuk ke pulang ke Palembang semakin kuat. Rindu dengan ibu sudah pasti, tapi jujur selama di Jakarta saya sama sekali belum pernah menelpon ibu saya. Keinginan pulang karena ibu sebenarnya tidak terlalu kuat. Ada sesuatu yang sayapun tidak mengerti kenapa keinginan pulang itu kuat sekali.

Keinginan untuk pulang itu coba saya hilangkan dengan cara melihat pesan Line dari perempuan itu kira-kira isinya begini:

Masih ada waktu Fik kalo memang kamu mau berjuang. Aku mau nikah 3 tahun lagi.

Namun sayang usaha itu ternyata sia-sia. Gagal.

Efek uring-uringan saya sungguh luar biasa hasil training saya paling bawak anjlok. Dan hasilnya saya dipulangkan ke Palembang.

Di dalam pesawat saya kepikiran apa benar keputusan saya ini, mencari-cari alasan kenapa saya memutuskan sesuatu yang benar-benar mengecewakan keluarga besar saya. Alhamdulillah saya menemukan, ini semua tentang Islam, tentang Hijrah, tentang pencarian tentang Allah. Membayangkan tentang kekuasaan Allah hati saya tenteram, padahal saya sama sekali jarang shalat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun