Mohon tunggu...
Firliana Damayanti
Firliana Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Anak yang Mengalami Disleksia

11 Juli 2021   21:31 Diperbarui: 12 Juli 2021   11:31 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Disleksia didefinisikan sebagai bentuk kesulitan dalam belajar membaca, ketidaksesuaian antara hasil membaca dengan potensi umum atau intelektualnya. Saat ini disleksia juga didefinisikan sebagai kesulitan dalam memecahkan suatu simbol atau kode, termasuk proses fonologi atau pengucapan (Lylon dalam Saadah & Hidayah, 2013). Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi biokimia yang tidak stabil atau akibat bawaan (Children Clinic dalam Saadah & Hidayah, 2013).

Secara fisik anak disleksia tidak menunjukkan bahwa dirinya mengalami hambatan, mereka terbatas dalam hal membaca dan menyusun kata atau kalimat (Children Clinic dalam Saadah & Hidayah, 2013). Jika anak disleksia berada di sekolah reguler dimana para gurunya tidak memahami kesulitan yang dialami anak disleksia, maka keberadaannya akan dianggap sebagai siswa berprestasi rendah. Anak disleksia termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus, maka dapat disarankan disekolahkan di sekolah inklusi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI nomor 70 tahun 2009 Pasal 1, Pendidikan Inklusi adalah system penyelenggaraan Pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti Pendidikan atau pembelajaran dalam suatu lingkungan Pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya dengan mewujudkan penyelenggaan Pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan di sebuah sebuah Sekolah Dasar Inklusi di daerah Jakarta Timur, diperoleh gambar bahwa terdapat beberapa siswa yang didiagnosis disleksia, anak yang mengalami disleksia berjumlah lebih dari 5 murid, mulai dari tingkat rendah, sedang, hingga cukup berat. Biasanya, siswa didiagnosis mengalami disleksia oleh psikolog luar sekolah maupun psikolog sekolah tersebut. Sekolah Dasar ini merupakan sekolah inklusi, dimana para pengajar kebanyakan sudah tahu bagaimana cara mengajar yang baik dan benar bagi anak yang mengalami disleksia.

Anak yang mengalami disleksia di sekolah ini mengalami kesulitan dalam membaca maupun menulis. Misalnya, ketika membaca kata atau kalimat seorang anak tidak dapat membaca keseluruhan dengan benar, ada saja huruf-huruf yang tidak terbaca, ada juga yang mengalami kesulitan dalam memilih kata yang tepat untuk menyampaikan maksud yang ingin diucapkan. Selain itu, ada pula murid yang tidak dapat menuliskan huruf-huruf dengan baik dan sempurna, misalnya menulis huruf dengan terbalik. Contoh lainnya adalah ketika seorang murid tidak mampu mengucapkan hitungan angka dari 1 sampai dengan 10 dengan sempurna.

Penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli neurologi, Samuel T. Orton (dalam Maharani, 2020) mengatakan bahwa anak disleksia mengalami satu atau lebih keadaan berikut ini:

  • Selalu salah dalam mengeja
  • Kesulitan dalam memperlajari atau mengingat kata yang tertulis
  • Sering menghilangkan atau menyisipkan huruf pada kata
  • Sering mengganti huruf vokal menjadi konsonan
  • Sering membaca dari arah kanan ke kiri
  • Kesulitan dalam memilih kata yang tepat untuk menyampaikan maksud yang ingin diucapkan
  • Kesulitan dalam menulis atau bahkan memiliki tulisan yang sulit terbaca oleh orang lain

Murid yang mengalami disleksia belajar di ruang yang sama dengan murid yang regular. Mereka belajar bersama dan saling beradaptasi, dalam hal ini guru sebagai pengajar tidak dapat mengajar murid disleksia dengan cara yang sama seperti yang ia gunakan pada murid regural. Anak yang megalami disleksia tetap memiliki kecerdasan serta motivasi yang kuat untuk belajar. Anak disleksia memang mengalami kesulitan ketika diminta membaca, namun mereka memahami maksud dari kalimat-kalimat yang diutarakan lawan bicaranya. Selain itu, tingkat IQ anak disleksia umumnya cukup tinggi dan pikiran-pikiran yang dimilikinya pun kerap out of the box (Maharani, 2020). Walaupun ketika melafalkan kata anak disleksia sering kesusahan karena adanya bagian otak yang terganggu (biologis), namun pada intinya mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan sudah sepatutnya dapat beradaptasi dengan lingkungannya (Maharani, 2020).

Guru di SD yang kami wawancarai memberikan fokus lebih kepada mereka yang mengalami disleksia, seperti melakukan pembelajaran di kelas kecil khusus anak disleksia. Selain itu, guru di SD tersebut juga kerap melakukan beberapa permainan atau latihan fisik dengan anak disleksia, yaitu seperti bermain lempar-tangkap bola dan lain-lain. Menurut Rief dalam Saadah dan Hidayah (2013), pembelajaran untuk membaca dan meningkatkan kemampuan bahasa anak disleksia, dapat dibantu dengan kegiatan berupa permainan dan aktivitas yang yang terkait dengan peningkatan berbahasa. Belajar melalui multisensori dianggap paling efektif untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak disleksia.

Selain dukungan dari guru, anak yang mengalami disleksia juga membutuhkan dukungan dari teman sebaya dan keluarganya terutama orang tua. Murid yang mengalami disleksia di SD Pantura tidak mendapatkan ejekan atau cemoohan dari murid reguler, sebaliknya murid reguler justru memberikan dukungan belajar pada mereka yang mengalami disleksia. Apabila anak disleksia tidak mendapatkan dukungan yang seimbang dari orang terdekatnya, maka hal ini dapat menghambat perkembangannya. Di SD Pantura ini, orang tua juga kerap kali diajak bicara oleh guru dan psikolog mengenai perkembangan anaknya serta cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya. Sebagai orang tua yang memiliki anak disleksia, tentu harus terus mendukung setiap proses yang dilewati anaknya. Ini bertujuan agar dirinya terus termovitasi dan memiliki keinginan yang tinggi untuk mengejar ketertinggalan dari teman-teman sebayanya (Anggraini, 2020).

Sumber:

Saadah, V. N., & Hidayah, N. (2013). Pengaruh permainan scrabble terhadap peningkatan kemampuan membaca anak disleksia (Doctoral dissertation, Universitas Ahmad Dahlan).

Ayu Maharani. (2020, Oktober). Pilih Sekolah Umum atau Homeschooling untuk Anak Disleksia?. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3644624/pilih-sekolah-umum-atau-homeschooling-untuk-anak-disleksia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun