Mohon tunggu...
Firdha Laila
Firdha Laila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Malang

Bebas, asal bertanggung jawab

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seberapa Mumpuni Masyarakat Madani?

13 Desember 2022   10:12 Diperbarui: 13 Desember 2022   10:28 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ga mungkin ada manusia yang bisa hidup sendiri. Entah semandiri apa pun orangnya. Karena manusia memiliki naluri untuk merasakan kehidupan yang tentram dan damai berdampingan dengan orang-orang sekitarnya yang membuat mereka merasa aman dan nyaman. Ya, tidak pula menutup fakta bahwa manusia juga makhluk individual untuk beberapa hal.


Karena nyatanya naluri untuk hidup berkelompok dan saling membutuhkan satu sama lain itu sudah ada sejak zaman nenek moyang kita terdahulu. Naluri untuk saling melengkapi, melindungi, dan mengasihi sesama, serta mendapatkan ketiganya tersebut.
Namun, tak dapat dipungkiri dalam kehidupan sosial bermasyarakat juga sering terjadi gap dan kerusuhan, berbagai anarki di sana-sini yang justru malah menghilangkan rasa aman dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


Oleh karena itu, muncullah konsep masyarakat madani. Masyarakat yang beradab untuk membangun peradaban.
Istilah madani sebenarnya berasal dari bahasa Arab, madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal, atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota, orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata.


Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya terdapat banyak definisi. Konsep masyarakat madani ini kerap kali dipandang telah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan dan Eropa Timur (Dawam Rahardjo, 1999).


Masyarakat madani merupakan masyarakat yang beradab. Istilah masyarakat madani selain mengacu pada konsep civil society juga berdasarkan pada konsep negara-kota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad Saw. pada tahun 622 M.
Masyarakat madani juga mengacu pada konsep tamadhun (masyarakat yang berperadaban) yang diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun dan konsep al-madinah al-fadhilah (Madinah sebagai negara utama) yang diungkapkan oleh filsuf al-Farabi pada abad pertengahan (Dawam Rahardjo, 1999).


Civil society merupakan sesuatu yang menempatkan masyarakat dalam posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara (political society). Negara muncul dengan harapan akan melindungi hak-hak individu dan menjamin terjadinya keteraturan dalam masyarakat.
Namun, terdapat perbedaan antara civil society dengan masyarakat madani. Civil society seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk modernitas (Fauzi, 2018), sedangkan modernitas itu sendiri lahir dari gerakan renaisans, yang mana itu merupakan gerakan menepikan Tuhan yang dilakukan oleh masyarakat sekuler.


Berbeda halnya dengan masyarakat madani yang lahir dari tanda kasih dan petunjuk Tuhan. Selain itu juga, masyarakat madani identik dengan konsep "Islami".
Sebagaimana firman Allah Swt. tentang gambaran masyarakat madani dalam Q.S. Saba' ayat 15: "Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan): "makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun".


Dari ayat tersebut, ada penjelasan berdasarkan sejarah yang terdokumentasi bahwasannya terdapat dua masyarakat yang diidentifikasi sebagai masyarakat madani, yaitu: a) Bangsa/masyarakat Saba', yaitu kaumnya Nabi Sulaiman AS, dan b) Masyarakat Madinah. Hal tersebut terdokumentasi dalam piagam Madinah setelah terjadinya perjanjian antara Rasulullah Saw. beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.        

     
Dalam Piagam Madinah tersebut berisi tentang kesepakatan dari ketiga unsur masyarakat untuk saling tolong-menolong, kemudian menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dan konstitusi, menjadikan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin, dan memberi kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.  


Oleh karena itu, masyarakat madani merupakan masyarakat yang demokratis. Mereka sadar akan hak-hak dan kewajibannya dan juga hak orang lain, sehingga mereka saling menghargai dengan penuh toleransi agar tercipta ketentraman dan keteraturan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.


Implementasi atau bentuk dari kesadaran masyarakat madani terhadap hak dan kewajiban tersebut ialah mereka berani bersuara, mengemukakan pendapat untuk mendapatkan kepentingannya, dan juga pemerintah memberikan peluang bagi warga negaranya untuk berkreatifitas  dalam mewujudkan program pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun